REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sepanjang 2018, angka kecelakaan di industri penerbangan mengalami peningkatan. Berdasarkan Aviation Safety Network (ASN) kecelakaan pesawat tahun lalu memakan 556 korban jiwa, melonjak dari 44 korban jiwa pada 2017.
BBC mengungkapkan kecelakaan Lion Air di Indonesia pada 29 Oktober lalu tercatat sebagai kecelakaan terburuk. Kendati demikian, pesawat terbang masih menjadi moda transportasi teraman dibandingkan kendaraan apa pun.
Dikutip dari Travel and Leisure, kemungkinan orang meninggal karena kecelakaan pesawat adalah 1:9.821 atau hanya 0,01 persen. Itulah sebabnya pesawat memperoleh predikat sebagai sarana paling aman untuk bepergian. Apalagi maskapai penerbangan di seluruh dunia terus berbenah diri meningkatkan standar keamanannya.
"Jika tingkat kecelakaan masih sama dengan 10 tahun lalu, maka ada 39 kecelakaan pada 2018," kata CEO ASN Harro Ranter. "Pada tingkat kecelakaan di 2000, ada 64 kecelakaan fatal. Ini menunjukkan kemajuan yang sangat besar dalam hal keselamatan selama dua dekade terakhir," imbuhnya.
ASN menyatakan ancaman tertinggi kecelakaan pesawat adalah insiden kehilangan kontrol yang sampai saat ini masih menjadi perhatian besar. Kehilangan kontrol adalah penyimpangan yang tak bisa dipulihkan dari jalur penerbangan.
Hilangnya kontrol bisa disebabkan karena kesalahan teknis, kelalaian manusia, atau gangguan lingkungan. Tipe kecelakaan tersebut mendominasi dengan 10 kejadian dari total 25 kecelakaan selama lima tahun terakhir.
Pada Kamis (3/1) kemarin, situs AirlineRatings.com membuat peringkat 10 besar maskapai teraman di dunia sepanjang 2018. Peringkat pertama ditempati maskapai asal Australia Qantas Airlines. Dalam daftar itu juga tercantum nama-nama seperti Air New Zealand, Alaska Airlines, All Nippon Airways, American Airlines, Austrian Airlines, British Airways, Cathay Pacific Airways, Emirates, EVA Air, Finnair, Lufthansa, dan KLM.