REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dua dekade lalu, film Kuldesak pertama kali ditayangkan di tiga layar bioskop di Jakarta. Kemudian, pemutaran film berlanjut ke masing-masing satu layar di tiga kota lain yaitu Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya.
Hanya di enam layar bioskop, tapi Kuldesak disambut meriah dan menyedot lebih dari 100 ribu penonton. Riri Riza, salah satu sutradara Kuldesak menyebut angka itu cukup fenomenal untuk jumlah layar yang begitu minim.
Film Kuldesak memang dianggap menggebrak, baik karena proses pembuatan, konten ceritanya, hingga cara pembuatannya. Sinema bergenre komedi gelap itu dianggap sebagai penanda baru perfilman Indonesia.
"Kami merasa perlu menghadirkan kembali film ini sebagai bentuk refleksi, mengingat kembali semua proses itu. Warisan yang kami hadirkan dalam bentuk buku," ungkap Riri yang menyutradarai film bersama Mira Lesmana, Nan Achnas, dan Rizal Mantovani.
Dinamika pengerjaan film Kuldesak diabadikan dalam buku "20Kuldesak: Berjejaring, Bergerak, Bersiasat, Berontak". Karya itu dimaksudkan sebagai album kenangan bagi semua orang yang terlibat dalam proses pembuatannya.
Buku yang tidak dijual secara komersial tersebut menampung dokumen-dokumen tentang Kuldesak yang tersebar dan tercecer di berbagai tempat, dikonsep dan disunting oleh penulis Mirwan Andan. Ada berbagai foto dokumentasi cuplikan adegan dan jepretan di balik layar.
Termasuk, cerita bagaimana Kuldesak dikerjakan di tengah kemelut ekonomi, sosial, dan politik. Selain itu, dihadirkan juga tulisan kontribusi dari penulis dari latar belakang berbeda, membahas empat etos kerja yang berlaku dalam produksi film.
Buku rencananya dicetak sebanyak 500 eksemplar, sebagian akan disebar melalui lembaga berwenang ke perpustakaan dan komunitas seluruh Indonesia. Riri mengatakan, pihak lain bisa mendapatkan buku dengan cara donasi.