REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Semakin banyak bukti mereka yang terjaga saat larut malam memiliki peningkatan risiko kesehatan yang buruk, memiliki pola makan yang tidak menentu, dan mengonsumsi lebih banyak makanan tidak sehat.
Temuan terbaru telah dilaporkan dalam jurnal Advances in Nutrition. Para peneliti menemukan semakin banyak bukti yang muncul dari penelitian yang menghubungkan kondisi seperti penyakit jantung dan diabetes tipe 2 kepada orang-orang dengan chronotype malam, preferensi alami untuk malam hari.
Orang-orang yang tidur terlambat cenderung memiliki diet yang tidak sehat, mengonsumsi lebih banyak alkohol, gula, minuman berkafein, dan makanan cepat saji. Mereka secara konsisten melaporkan pola makan yang tidak menentu karena melewatkan sarapan dan makan di kemudian hari.
Diet mereka mengandung lebih sedikit biji-bijian, gandum dan sayuran dan mereka makan lebih sedikit, tetapi lebih besar camilan. Mereka juga melaporkan tingkat konsumsi minuman berkafein, gula dan makanan ringan yang lebih tinggi, dibandingkan mereka yang memiliki preferensi pagi, yang makan sedikit lebih banyak buah dan sayuran setiap hari. Ini berpotensi menjelaskan mengapa orang yang terjaga saat malam memiliki risiko lebih tinggi menderita penyakit kronis.
Makan terlambat di hari itu juga ditemukan terkait dengan peningkatan risiko diabetes tipe 2 karena ritme sirkadian mempengaruhi glukosa di metabolisme tubuh. Kadar glukosa secara alami akan menurun sepanjang hari, dan mencapai titik terendahnya di malam hari. Namun, karena orang yang terjaga saat malam sering makan sesaat sebelum tidur, kadar glukosa mereka meningkat ketika mereka akan tidur. Ini dapat memengaruhi metabolisme secara negatif karena tubuh mereka tidak mengikuti proses biologis normalnya.
Satu studi menunjukkan orang dengan preferensi malam adalah 2,5 kali lebih mungkin untuk memiliki diabetes tipe 2, daripada mereka yang memiliki preferensi pagi. Ini juga berdampak pada orang-orang yang bekerja bergiliran, terutama shift bergantian karena mereka terus-menerus menyesuaikan jam tubuh mereka agar sesuai dengan jam kerja. Para peneliti menemukan ini mengurangi kepekaan mereka terhadap insulin dan mempengaruhi toleransi glukosa, menempatkan mereka pada risiko lebih besar terkena diabetes tipe 2.
Ulasan ini juga mengungkap tren yang menarik, sebagai berikut.
- Preferensi orang-orang untuk terjaga dan tidur pada malam hari kemudian berubah pada berbagai titik dalam siklus kehidupan. Lebih dari 90 persen anak usia dua tahun memiliki preferensi pagi, ini menurun menjadi 58 persen pada usia enam tahun, dan bergeser lebih jauh ke arah preferensi malam selama pubertas. Preferensi malam ini berlanjut sampai orang dewasa mencapai usia 50-an awal dan mereka kemudian mulai kembali ke preferensi pagi.
- Etnis dan masyarakat juga dapat memengaruhi chronotype. Sebagai contoh, penelitian telah mengungkapkan orang Jerman lebih cenderung memiliki preferensi sore dibandingkan dengan orang India dan Slovakia. Juga bisa ada perbedaan antara orang yang tinggal di daerah perkotaan dan pedesaan di negara yang sama.
- Studi lain mencatat terkena cahaya matahari dipengaruhi oleh tidur. Setiap jam tambahan yang dihabiskan di luar ruangan dikaitkan dengan 30 menit ‘tidur lebih awal’. Kebisingan, pencahayaan sekitar, dan kerumunan lingkungan perkotaan dapat membuat orang di beberapa area lebih cenderung memiliki preferensi pagi atau malam hari.
- Para peneliti juga menemukan bukti orang yang terjaga saat malam akan mengumpulkan 'utang tidur' selama sepekan kerja dan akan tidur lebih lama di akhir pekan untuk mengompensasi ini.
"Kami telah menemukan gen, etnis, dan jenis kelamin Anda menentukan kemungkinan Anda menjadi tipe pagi atau malam," kata peneliti di Northumbria’s Brain, Performance and Nutrition Research Centre, Almoosawi, dilansir di laman Spectator Health, Selasa (4/12).