Selasa 04 Dec 2018 16:06 WIB

Tips Teknik Menampung Air Hujan untuk Kemarau

Penyimpanan bisa dengan rekayasa secara teknik maupun secara vegetatif.

Rep: Zuli Istiqomah/ Red: Dwi Murdaningsih
Hujan
Hujan

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Guru Besar Teknik Sipil dan Lingkungan ITB Indratmo memberikan tips teknik menampung air hujan. Air hujan yang ditampung ini nantinya dapat digunakan untuk kebutuhan saat musim kemarau.

Indratmo mengatakan air yang melimpah di saat musim hujan, ternyata dapat dimanfaatkan dengan cara disimpan. Sehingga di saat kemarau datang, tidak terjadi lagi krisis air yang belakangan sering dialami beberapa daerah di Indonesia termasuk Jawa Barat.

Ia menjelaskan beberapa cara yang bisa diterapkan untuk menyimpan air hujan bisa dilakukan dengan berbagai cara. Bisa dengan rekayasa secara teknik maupun secara vegetatif.

"Air yang melimpah di saat musim hujan, bisa disimpan dengan cara menyimpan air sejak di hulu sungai. Bisa disimpan pada bagian tengah DAS sungai maupun pada hilir sungai. Penyimpanan tersebut bisa dilakukan di atas permukaan tanah maupun di bawah permukaan tanah," katanya dilansir dari laman ITB, Selasa (4/12).

Indratmo menjelaskan, pada bagian hulu penyimpanan air dapat dilakukan dengan cara vegetatif. Proses penyimpanan air ini berhubungan dengan konservasi lahan. Fungsi dari kehadiran lahan konservasi ini, ketika hujan turun air tidak langsung mengalir ke hilir tapi tersimpan sebagian di dalam tanah dan akan tersaring sehingga menghasilkan kualitas air yang bagus yang sering keluar dari mata air.

"Kita tahu tanah itu adalah filter yang paling istimewa. Jadi kalau kita punya hutan lindung yang baik, air tanah yang dihasilkan juga akan baik karena terjadi proses filterasi di dalam tanah," ucapnya.

Cara penyimpanan air yang kedua, yaitu dengan rekayasa. Misalnya melakukan revitalisasi situ untuk di hulu sungai dan pembuatan embung sungai. Jika aliran sungainya besar dan panjang seperti Citarum, pada bagian tengah aliran sungai dibuat waduk seperti yang sudah dilakukan yaitu Waduk Saguling, Waduk Cirata, dan Jatiluhur.

"Di Jabar, tempat seperti itu tidak harus dibangun di sungai utama atau sungai Orde Satu tapi pada anak sungai juga bisa dibuat waduk atau embung dengan ukuran yang besar. Bagian hilir juga bisa dibuat secara rekayasa dengan membuat waduk pada muara," ujarnya.

Pada skala mikro setiap rumah juga bisa melakukan penyimpanan air. Misalnya dengan pembuatan lubang biopori, dan sumur-sumur resapan. Ketika hujan datang, masyarakat dapat membuat tangki penampungan di atap rumah. Airnya bisa dipakai kebutuhan sehari-hari.

Cara ini dinilainya yang paling mudah dan sangat bisa dilakukan masyarakat di rumah. Dengan menggunakan tangki atau bak-bak di dalam tanah.

"Itu juga bisa membantu mengurangi banjir. Pada waktu musim hujan besar airnya kita tampung, di akhir musim kemarau baru kita pakai untuk kebutuhan musim kemarau," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement