REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Keprihatinan terhadap rendahnya kegiatan literasi di tanah air mendorong Ayah Enha atau KH Nurul Huda Haem, pengasuh dan pimpinan Pesantren Motivasi Indonesia, mengadakan acara diskusi dengan nama Ngopi Santri: Ngobrol Pemikiran dan Kesadaran Literasi. Bertempat di Dojang Pesantren Motivasi Indonesia, Bekai, Jawa Barat, Ngopi Santri dimulai pada Ahad (25/11).
Diskusi santai ini dihadiri berbagai kalangan seperti kyai, gus, akademisi, budayawan, organisasi masyarakat, ustaz serta santri putra dan putri dari berbagai pesantren di Jabodetabek.
Acara diskusi dimulai dengan Ayah Enha tampil memberikan pengantar sebagai moderator. Ayah Enha menegaskan bahwa bagaimanapun kondisi zaman, pergerakan literasi tidak boleh mati.
“Pergerakan tetap harus dilakukan! Tetapi pergerakan harus berbasis keilmuan, karena organisasi besar yang menaungi kita adalah Nahdlatul Ulama. Karena pergerakan tanpa ilmu tidak akan jelas mau dibawa ke mana arahnya,” ungkap Ayah Enha di hadapan para peserta diskusi seperti dikutip dalam rilis Pesantren Motivasi Indonesia yang diterima Republika.co.id, Jumat (30/11).
Suasana acara Ngopi Santri yang digelar di Pesantren Motivasi Indonesia, Bekasi.
Narasumber kedua, Gus Azaz Rulyaqien tampil dengan narasi berliterasi lewat pendekatan sains. Gus Azaz berpendapat, di antara yang menjadi masalah literasi bagi umat beragama, seperti Islam adalah kitab yang diwajibkan untuk dibaca hanyalah kitab suci.
“Padahal ilmunya Allah kalau diturunkan kepada semua manusia, manusia yang lain (non-Muslim) juga bisa,” ujar Gus Azaz.
Alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) itu menyayangkan karena kebanyakan umat Islam hanya bersemangat membaca Alquran, bukan kitab atau buku-buku lain seperti Philosophy of Natural yang dikarang Sir Isaac Newton, memahami teori hukum Relativitas buah karya Albert Einstein serta mengenal Stephen Hawking lewat teori Black Hole.
Saat ditanya soal alasan mendirikan Ngopi Santri, Ayah Enha menilai bahwa saat ini media sosial tak henti-hentinya diramaikan dengan informasi, ilmu dan ajaran agama yang tidak terjamin kebenarannya serta tidak jelas sumber referensinya. Kegiatan menyalin dan menyebarkan postingan yang dilakukan para pengguna media sosial seakan membangun sebuah generasi baru.
“Generasi Copaser, akronim dari Copy, Paste and Share,” ungkap Ayah Enha mengenalkan istilah baru.
Bagaimanapun kondisi zaman, pergerakan literasi tidak boleh mati.
Bertambahnya pengguna internet di jalur sosial media juga membuat kekhawatiran akan meningkatnya tulisan instan yang berbasis emosi sesaat, bukan berdasarkan pemikiran. Karena itulah Ayah Enha mendirikan Ngopi Santri sebagai ikhtiar sederhana untuk membangkitkan kesadaran berliterasi di kalangan pesantren dan masyarakat umum.
Ayah Enha melanjutkan, Ngopi Santri merupakan kegiatan yang diinisiasi PMI Institute, lembaga yang berkonsentrasi menyalakan semangat berliterasi di kalangan pesantren dan masyarakat umum guna menampilkan wajah dan jiwa Islam yang progresif terhadap ilmu pengetahuan dan peradaban.
PMI Institute melalui Ngopi Santri mengangkat tema seputar keagamaan, kebangsaan dan kemanusiaan. “Ngopi Santri dilaksanakan setiap Ahad sore. Para peserta mengikuti diskusi dengan santai. Mereka diperbolehkan sambil minum kopi dan makanan ringan yang sudah dihidangkan panitia,” tutur Ayah Enha.