REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setengah dari generasi milenial berpura-pura kepada orang lain tentang kondisi hubungan yang sedang dijalani. Mereka mencoba menunjukan kondisi hubungan yang lebih bahagia, meski kenyatannya tidak seperti itu.
Dilansir dari The Independent, Ahad (24/11), sebuah survei mendalam dilakukan Relate terhadap lebih dari 2.000 orang dewasa di Inggris. Survei ini mencoba melihat kondisi dukungan yang terjadi dalam sebuah hubungan.
Jajak pendapat itu mengungkapkan, lebih dari setengah atau sebanyak 51 persen dari milenial membuat hubungan mereka terlihat lebih baik kepada orang lain daripada yang sebenarnya. Sedangkan kondisi yang sama terjadi pada hampir dua pertiga atau sebanyak 39 persen dari masyarakat umum.
Kemudian, 42 persen dari milenial dan 27 persen responden mengaku menggunakan platform media sosial seperti Facebook atau Instagram untuk memberi kesan hubungan mereka sempurna.
Awal tahun ini,seksolog dan ahli hubungan Nikki Goldstein mengatakan perilaku semacam ini adalah tanda seseorang mencari validasi untuk hubungan mereka dari orang lain. Artinya, mereka hanya mencari pengakuan dan melupakan momen-momen penting yang seharusnya dibangun.
"Orang-orang menginginkan perhatian, dan kisah-kisah positif cenderung dirayakan, disukai dan dikomentari," kata Pskiolog Madeleine Mason.
Mason menjelaskan, beberapa orang mencoba membangun sebuah kepercayaan diri untuk meyakinkan diri sendiri. Mereka sering kali mengunggah foto-foto yang membahagiakan dan menyenangkan hanya untuk menipu dirinya.
"Meskipun saya pikir mempertahankan kondisi itu untuk komunitas yang tentang keadaan sebenarnya adalah hal yang umum di seluruh generasi, itu lebih jelas dalam komunitas daring, yang sebagian besar dilisi oleh generasi millenial," ujar Manson.
Konsekuensi yang dihadapi akhirnya berbuntut pada kesehatan mental orang tersebut. Manson menjelaskan, banyak orang yang lebih menderita daripada seharusnya yang didapatkan dan ada masalah kesehatan mental yang lebih besar karena hubungan yang buruk tidak ditangani.
Hal ini pun dikuatkan dengan mayoritas milenial sebesar 87 persen, bercita-cita untuk memiliki hubungan seumur hidup. Sepertiga atau 33 persen dari peserta bahkan bertahan bahkan ketika telah berkali-kali menemukan perselingkuhan.
"Kita mungkin semua mendapat manfaat dari menjadi lebih terbuka dan jujur satu sama lain tentang hubungan kita dan menyadari tidak ada yang sempurna, namun, mungkin tampak di permukaan," ujar konselor Relate Dee Holmes
Holmes menjelaskan, hubungan jangka panjang dan memuaskan tidak terjadi begitu saja. Kondisi itu membutuhkan kerja keras, humor, dan mungkin mendapat manfaat dari dukungan seperti konseling selama masa-masa sulit.