REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tanggal 21 November diperingati sebagai hari Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) sedunia. Menurut data Global Burden of Disease Study yang dirilis WHO pada 2016, PPOK adalah penyakit progresif yang mengancam jiwa yang diperkirakan mempengaruhi lebih dari 251 juta orang di dunia.
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease pada 2017 memperkirakan PPOK akan menjadi penyebab kematian ke-tiga pada tahun 2020. Di Indonesia, Riset Kesehatan Dasar Indonesia (Riskesdas) 2013 mengungkapkan bahwa jumlah pasien PPOK naik 3,7 persen. Namun menurut Faisal Yunus, profesor dari Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, data ini tidak mewakili keadaan sesungguhnya di Indonesia.
Menurutnya sebuah studi biomass sebagai kolaborasi antara Indonesia dan Vietnam yang dilakukan pada tahun 2013 menemukan bahwa prevalensi PPOK pada pasien bebas rokok sama tingginya. "Studi tersebut melibatkan responden berusia di atas 40 tahun yang tinggal di Banten dan DKI Jakarta dan menemukan prevalensi pasien PPOK sampai 6,3 persen," ungkapnya lewat keterangan resmi yang diterima Republika, Kamis (22/11).
Menurut Faisal Yunus, kebanyakan pasiennya datang sudah dengan keluhan, seperti sesak napas, gampang kehabisan napas saat naik-turun tangga, dan sudah dengan kecacatan. “Jarang sekali mereka datang dengan gejala awal karena mereka tidak menyadari gejala awal pentakit itu,” ujarnya.
Selain itu, banyak juga yang beranggapan bahwa olahraga rutin atau kunjungan ke wilayah dengan udara bersih bisa mencegah penyakit paru. "Padahal ini tidak benar. Zat yang sudah terlanjur bertumpuk di paru karena asap rokok dan polusi udara, tidak akan hilang, Mereka yang sudah ada gejala dan makin parah harus berobat ke dokter," jelasnya.
Meskipun PPOK merupakan penyakit kronik yang tidak dapat disembuhkan, bukan berarti ini adalah penyakit yang melemahkan. Pasien akan tetap bisa hidup dengan baik meski mengidap PPOK asalkan patuh pada perawatan dan pengobatannya sehingga mengurangi pemburukan penyakit.
Faisal juga menekankan masyarakat untuk menjauhi rokok, karena rokok merupakan penyebab utama dari PPOK. Bila susah berhenti merokok, dia menyarankan untuk datang ke dokter paru untuk dipantau dan diberi obat yang benar. Setelah itu pasien harus rajin kontrol secara rutin.
"Begitu pula jika Anda bekerja di daerah rawan polusi, misalnya pabrik. Selalu gunakan masker, walau hal ini juga tidak terlalu melindungi. Sebisa mungkin dan sering kontrol berobat. Ingat, tidak ada vitamin atau suplemen apa pun yang dapat mencegah PPOK," terang Faisal.