Selasa 20 Nov 2018 21:36 WIB

Generasi Muda Harus Geluti Industri Kreatif

Dukungan pemerintah menjadi pendorong bagi generasi muda.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Dwi Murdaningsih
Pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) merajut produk hiasan dinding saat Roadshow The Big Start Indonesia di Cihampelas, Bandung, Jawa Barat, Jumat (20/7).
Foto: Antara/M Agung Rajasa
Pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) merajut produk hiasan dinding saat Roadshow The Big Start Indonesia di Cihampelas, Bandung, Jawa Barat, Jumat (20/7).

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Industri kreatif diprediksi akan menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia masa depan. Sebab, bangsa Indonesia tidak akan selamanya bergantung kepada sumber daya alam yang jumlahnya semakin terbatas.

Jumlah penduduk Indonesia makin meningkat. Untuk mendorong lahirnya jenis usaha industri kreatif, generasi muda sejak dini sudah harus diajak untuk menggeluti industri kreatif dengan melahirkan berbagai ide kreatif.

Harapannya, mereka mampu mengimplementasikan ide itu dalam kegiatan usaha. Hal itu mengemuka dalam seminar nasional bertajuk Pengembangan Industri Kreatif Sebagai Fondasi Pembangunan Nasional di Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM).

Ketua Yayasan Kreatif Bangsa, Lui Saruadji mengatakan, dukungan pemerintah ke industri kreatif melalui Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) bisa menjadi pendorong bagi generasi muda terjun menekuni bidang usaha industri kreatif.

Sebab, ia merasa, tulang punggung perekonomian Indonesia masa depan bergantung kepada sektor tersebut. Sumber daya alam yang semakin terbatas membuat industri kreatif menjadi semakin penting.

Untuk terjun ke industri kreatif tentu tidak mudah, sehingga butuh motivasi untuk menjadi wirausaha. Sebelum jadi pelaku kreatif, ia menekankan harus ada motivasi kuat, ide jelas, mau dikerjakan dan memiliki nilai tambah.

"Berpikir kreatif sangat melelahkan, namun bagi mereka yang mau berpikir kreatif dan mau melaksanakan ide kreatif nantinya semua kesulitan akan mudah di atasi, kreatif itu capek dan kita harus berpikir mendalam," kata Lui.

Pengalaman berbeda dibagikan Co-Founder Chicken Crush, Stevanus Roy Saputra. Memulai usaha sejak pertengahan tahun lalu, Roy berangkat dari melihat usaha ayam geprek yang menjamur di Yogyakarta.

Ia ingin membuat kuliner yang segmentasinya anak muda mulai dari tempat, menu sampai kesegaran ayamnya. Dalam mengelola, Roy mengaku ada sistem pelayanan sederhana yang diterapkan.

Walau dibuat berbeda dari ayam goreng lain, menunya turut disederhanakan. Karenanya, walau baru berusia 24 tahun, Roy kini sudah memiliki setidaknya 15 outlet di berbagai kota Indonesia.

"Kita buat inovasi menunya hingga harganya ada yang murah sampai Rp 4.000 per porsi," ujar Roy.

Industri kreatif bahkan sudah banyak didorong untuk diterapkan mahasiswa dari perguruan-perguruan tinggi. Co-Founder Bantu Ternak, Ray Rezky menambahkan, usaha startup itu dirintisnya sejak berkuliah.

Mengikuti binaan program Innovative Academy UGM, kini Ray bisa melahirkan usaha startup untuk membantu peternak sapi potong di pedesaan. Utamanya, agar bisa menjual sapinya langsung ke konsumen tanpa melalui perantara.

Walau mengaku belum optimal dari sisi bisnis, ia terus berbenah dan mengajak banyak orang lagi membantu peternak. Utamanya, dengan menjadi investor dalam usaha penggemukan sapi milik peternak di pedesaan.

"Satu sapi bisa dimiliki 10 orang, termasuk nantinya bisa menyediakan paket pakan, obat dan asuransi untuk sapinya," kata Ray.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement