REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Cina akan mengambil alih gelar negara paling sering dikunjungi di dunia yang selama ini disematkan pada Prancis. Penelitian yang dilakukan Euromonitor Internasional memprediksi hal itu akan terjadi pada 2030.
Seiring bertambahnya jumlah pengunjung dibanding negara lain di dunia, Cina juga akan menjadi negara dengan pelancong outbound terbesar mengambil alih posisi Amerika dan Jerman. Diperkirakan akan ada 260 juta pelancong outbound pada 2030.
Konsultan dan penulis di Euromonitor, Wouter Geerts, mengatakan pariwisata saat ini adalah salah satu kunci utama ekonomi Cina. Berdasarkan penelitiannya, Cina akan menjadi pasar wisata inbound pada 2030 dengan wisatawan yang datang dari negara Asia lainnya, termasuk Hong Kong dan Taiwan.
Peningkatan jumlah pengunjung ke Cina ini disebabkan oleh tingginya pertumbuhan ekonomi dan pendapatan negara-negara di wilayah Asia. Selain itu, akses menuju Asia juga telah ditingkatkan untuk pengunjung Asia, seperti kemudahan mendapatkan visa dibandingkan sebelumnya. Baru-baru ini diketahui sebanyak 80 persen wisatawan Asia berasal dari benua itu sendiri.
Meski demikian, masih ditemukan juga sejumlah negara yang sulit dalam memproses visa. Beberapa diantaranya wisatawan yang berasal dari Amerika dan Asia. Wisatawan bahkan harus merogoh kocek cukup dalam untuk mendapatkan visa ke Cina.
Pearl River Tower di Guangzhou, Cina.
Sementara itu, perjalanan domestik juga sangat penting di Cina. Perjalanan domestik diperkirakan juga akan meningkat pada 2030. Penelitian juga menemukan wisata domestik di Asia secara keseluruhan diprediksi tumbuh 10 persen pada 2018.
Menyadari pentingnya industri pariwisata ini bagi ekonomi Cina, pemerintah pun mukai menerapkan pendekatan yang berkaitan dengan regulasi kepariwisataan. Pariwisata juga dimanfaatkan untuk meningkatkan perekonomian wilayah pedesaan Cina. Pada 2017, Cina sempat meluncurkan sebuah program wisata yang fokus pada aktivitas konservasi.
Euromonitor dalam laporannya juga memperkirakan turunnya wisata outbound di Inggris disebabkan karena isu Brexit. "Tidak adanya kesepakatan tentang Brexit akan berdampak pada menurunnya wisata outbound pada 2022," kata kepala perjalanan Eiromonitor, Caroline Bremmer dikutip The Guardian.
Selain itu, Bremmer menambahkan kondisi ini disebabkan juga karena keuangan anak muda di Inggris saat ini lebih rendah dibandingkan waktu dulu. Kondisi ini kebalikannya yang terjadi di Asia.