Rabu 24 Oct 2018 06:29 WIB

Awas, Patah Hati Bisa Picu Inflamasi Membahayakan

Studi sebut kesedihan memiliki pengaruh terhadap kesehatan tubuh.

Rep: Adysha Citra Ramadhani/ Red: Indira Rezkisari
Patah hati
Foto: pixabay
Patah hati

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Patah hati dan duka cita dapat memberi dampak tersendiri bagi kesehatan fisik. Penelitian dalam jurnal Psychoneuroendocrinologym mengungkapkan bahwa kesedihan dapat memicu terjadinya inflamasi yang mematikan.

Hal ini diketahui setelah tim peneliti melakukan wawancara sekaligus menganalisis sampel darah dari 99 partisipan. Seluruh partisipan ini memiliki pasangan yang baru saja wafat.

Tim peneliti juga memperhatikan beberapa tanda kesedihan mendalam pada para partisipan. Tanda atau gejala ini meliputi kerinduan besar terhadap mendiang pasangan yang membuat kemampuan fisik atau mental partisipan mengalami penurunan, kesulitan untuk melanjutkan hidup, kemunculan peraaan bahwa hidup menjadi tidak berarti hingga kesulitan untuk menerima bahwa pasangan mereka sudah tak ada.

Setelah melakukan perbandingan dan analisis, tim peneliti menemukan bahwa para janda dan duda yang menunjukkan gejala kesedihan mendalam memiliki tingkat inflamasi tubuh hingga 17 persen lebih tinggi. Sepertiga partisipan yang berada di urutan teratas juga memiliki kadar inflamasi 53,4 persen lebih tinggi dibandingkan sepertiga partisipan di urutan terbawah beradasrkan tingkat kesedihan yang mereka alami.

"Ini merupakan studi pertama yang mengonfirmasi bahwa kesedihan, terlepas dari kadar depresi yang dialami, dapat mendorong terjadinya inflamasi, yang kemudian dapat menyebabkan dampak negatif bagi kesehatan," jelas Ketua Peneliti Chris Fagundes seperti dilansir Spectator.

Tim peneliti juga menemukan bahwa para janda dan duda yang sedang berkabung ini memiliki beberapa risiko masalah kesehatan yang lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol. Beberapa risiko tersebut adalah masalah kardiovaskular, gejala pada tubuh dan kematian dini.

"Temuan ini menunjukkan siapa, di antara orang-orang berkabung tersebut, yang memiliki risiko tinggi," terang Fagundes.

Fagundes mengatakan temuan baru ini dapat menjadi acuan bagi tenaga profesional untuk merancang upaya intervensi bagi orang-orang berkabung yang memiliki risiko tinggi. Upaya intervensi ini bisa dilakukan melalui pendekatan perilaku maupun farmkologi.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement