REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Generasi milenial dituntut untuk pintar dalam mengalokasikan pendanaannya termasuk berinvestasi. Sebab, generasi milenial menghadapi banyak tantangan dan terancam miskin.
Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia (BEI) Hasan Fawzi mengatakan, generasi milenial harus menghadapi masalah pengangguran, krisis ekonomi, ketidaksetaraan pendapatan dan harga properti yang meningkat. Generasi milenial pun terancam tidak memiliki tempat tinggal karena hal tersebut.
"Generasi milenial itu kan sukanya leisure, foto-foto, jalan-jalan, ngafe," katanya dalam acara Viva Talk bertema 'Investasi Jaman Now' di Ariobimo Sentral, Kamis (18/10).
Untuk itu diperlukan alokasi pendanaan yang tepat termasuk mulai melakukan investasi. BEI terus berkampanye mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk berinvestasi di seluruh instrumen investasi BEI.
"Untuk memulai investasi di saham cukup dengan dana Rp 100 ribu saja," ujar dia. Ia melanjutkan, angka market cap BEI sendiri saat ini cukup baik di angka lebih dari Rp 6.700 triliun.
Investasi diperlukan karena nilai uang menurut waktu terus berkurang dengan adanya inflasi. Meski inflasi di Indonesia cukup rendah tapi diakui Hasan, pernah beberapa kali mengalami inflasi yang cukup tinggi. "Inflasi perlu diimbangi dengan investasi," tegas dia.
Dengan begitu, masyarakat bisa mendapat pertambahan nilai sejalan dengan inflasi yang terjadi. Investasi ini bisa disalurkan melalui berbagai cara seperti tabungan, emas, deposito, obligasi negara maupun saham.
Saham masih menjadi pemberi pertambahan nilai tertinggi. Dalam 12 tahun terakhir, dengan inflasi 5,35 persen, pertambahan nilai yang diberikan saham yakni 10,72 persen. Angka tersebut jauh di atas tabungan (2,32 persen), emas (5,46 persen), deposito (6,89 persen) dan obligasi negara (8,47 persen).
Selain memberi pertambahan nilai yang cukup tinggi, nvestasi di saham menurut Hasan juga sesuai dengan generasi milenial. Sebab, saat ini melalui gawai semuanya tersedia termasuk data dan riset untuk melakukan investasi. Ia melanjutkan, kini tinggal bagaimana generasi milenial mau menunda konsumsi untuk melakukan investasi.
Hal senada disampaikan Deputi Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sardjito. "Simpan duit Anda untuk masa depan! Kalau dibelanjakan terus akan habis," katanya.
Menurutnya, generasi milenial menyukai tantangan. Tak heran jika mereka menyukai investasi di uang kripto, bitcoin dan saham. Melakukan investasi juga harus benar dan disertai pengetahuan. Tidak terburu-buru masuk melakukan investasi begitu tertarik namun masih belum memahami investasi tersebut.
OJK mencatat, literasi keuangan pada 2016 baru mencapai 29 persen dengan inklusinya 68 persen. Apalagi di era digital saat ini yang harus dicermati dan senantiasa hati-hati, mengingat banyaknya investasi bodong. Masyarakat pun dituntut untuk menggunakan rasionalitas. "Too good to be true itu tidak ada," tegasnya.