Selasa 16 Oct 2018 00:08 WIB

First Man, Drama Penuh Emosi Pria Pertama di Bulan

Film memilih tak terlalu mengedepankan kegemilangan Amerika mencapai bulan.

Film First Man.
Foto: Universal Pictures via AP
Film First Man.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- "Nothing, honey. Your dad's going to the Moon." (Tidak ada apa-apa, sayang. Ayahmu akan pergi ke Bulan).

Kalimat tersebut diucapkan oleh Janet Armstrong (diperankan oleh aktris Claire Foy) kepada anaknya ketika mendengar sang suami, Neil Armstrong (Ryan Gosling) diberi amanah untuk memimpin ekspedisi Apollo 11, roket yang akan membawa astronot pertama menyentuh permukaan Bulan. Kisah First Man bila dilihat sekilas dari judulnya, memang terlihat seperti upaya untuk menuturkan bagaimana perjuangan astronot untuk mencapai Bulan.

Namun, semenjak adegan pertama dari film berdurasi 141 menit itu, penonton sudah mulai dibawa kepada sudut pengambilan gambar yang jauh lebih personal daripada sekadar penjelajahan menuju Bulan. Pada awalnya, penonton disuguhkan tentang Neil Armstrong yang sedang menguji pesawat berkecepatan suara hipersonik X-15 yang merupakan moda transportasi udara sebagai uji coba astronot di atmosfir Bumi.

Pada umumnya, pengambilan gambar terkait dengan pesawat di berbagai film, kerap lebih banyak diambil dari sisi pandang luar pesawat. Hingga terlihat banyak manuver atau pesawat yang melesat dalam berkecepatan tinggi.

Namun, dalam First Man penonton lebih banyak dibawa untuk melihat dari sisi pandang Neil Armstrong di dalam kokpit. Metode ini demikian efektif membawa emosi penonton sehingga saat Neil kembali mendaratkan pesawatnya di Bumi, penonton juga dibawa untuk menghela napas lega karena dapat melihat dari dekat bagaimana kesukaran yang dialami Neil dan bagaimana dia bisa mengatasi tekanan tersebut.

First Man tidaklah terlalu menggambarkan kegemilangan Amerika Serikat sebagai negara adidaya yang berhasil mencapai Bulan. Malah, pada beberapa adegan pertama film bercerita bagaimana Neil dan sang istri sangat mencintai anak perempuannya yang menderita tumor.

Saat sang buah hati, Karen Armstrong (Lucy Stafford), terpaksa menyerah dalam perjuangannya melawan tumor, terlihat sosok Neil yang sangat patah hati menghadapinya. Kehilangan Karen dan permasalahan di tempat kerja, membuat Neil terdorong untuk mendaftarkan diri sebagai salah satu astronaut yang sedang dicari oleh NASA (Badan Antariksa AS).

Meski banyak saingannya berasal dari latar belakang militer, Neil dapat masuk dan menjadi segelintir orang berlatar belakang sipil yang berhasil menjadi astronaut. Pelatihan yang ditampilkan dalam film juga membuat penonton memahami bagaimana kesukaran yang harus dialami seorang astronaut dalam menghadapi pelatihan yang disuguhkan NASA.

Tidak hanya pelatihan fisik, seperti menaiki mesin bagai wahana taman hiburan yang dijamin membuat isi perut berpotensi terlontar keluar, yang harus dijalani. Para astronaut juga harus memahami berbagai ilmu fisika tingkat dasar hingga terapan.

Beberapa kontroversi itu ditampilkan secara nyata dalam film tidak membuat penonton berpaling dari apa yang menjadi inti cerita ini. Yaitu mengenai balada seorang astronaut yang akan pergi ke Bulan untuk pertama kali.

Pujian layak ditujukan kepada Claire Foy, yang perannya sebagai istri Neil Armstrong berhasil dibawakan dengan apik. Nuansa emosi sang istri berhasil ditunjukkan dalam menghadapi kehidupan sehari-hari pasangan astronaut.

Adegan yang layak untuk disimak dengan baik, saat Neil Armstrong ingin pergi ke tempat karantina sebelum memimpin ekspedisi Apollo 11 ke Bulan. Ketika itu, Janet bersikeras agar Neil dapat berpamitan dengan anak-anaknya.

Pujian lainnya juga layak ditujukan kepada sang sutradara, Damien Chazelle, yang lebih memilih melakukan pengambilan gambar yang menunjukkan sisi personalitas Neil dan keluarganya. Ia jarang sekali memperlihatkan suasana gegap gempita seperti penonton yang bersorak-sorai ketika roket terbang dan sebagainya.

Damien, yang dua karya sebelumnya juga mendapat pujian dari kritikus film, yaitu Whiplash dan La La Land layak menunjukkan dirinya sebagai sutradara muda (baru berusia 33 tahun) yang sangat berbakat. Kedua karyanya itu masuk nomasi Piala Oscar.

Skenario film dibuat Josh Singer, yang meraih Piala Oscar untuk skenarionya di film Spotlight (2015). Salah satu fakta kecil yang menarik lainnya adalah Steven Spielberg, salah satu sutradara yang dianggap terhebat di dunia sinema, juga menjadi produser eksekutif di film ini.

First Man layak disejajarkan dengan beragam film lainnya yang menggugah inspirasi terkait dengan penjelajahan luar angkasa, seperti Apollo 13 (1995) dan Gravity (2013).

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement