Selasa 25 Sep 2018 21:14 WIB

Mitos dan Fakta Obat Pencegah Kaki Gajah

Ada beberapa mitos atau anggapan di masyarakat tentang obat pencegahan kaki gajah.

Iklan obat/ilustrasi
Foto: Pixabay
Iklan obat/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti dari Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Profesor Taniawati Supali menjelaskan beberapa mitos atau anggapan yang kerap ada di masyarakat tentang obat pencegahan kaki gajah. Ia juga menjelaskan fakta-fakta sebenarnya.

Tania mengatakan di Jakarta, Selasa (25/9), salah satu masalah dalam program Bulan Eliminasi Kaki Gajah (Belkaga) dari pemerintah yang memberikan obat untuk pencegahan penyakit kaki gajah atau filariasis ialah pemahaman masyarakat.

"Susahnya itu supaya masyarakat makan obat. Karena ini kan bila sudah terkena cacatnya menetap," kata Tania.

Obat hanya untuk yang sakit

Ada anggapan masyarakat yang menyatakan bahwa yang seharusnya meminum obat ialah orang yang sudah berdampak pembengkakan pada kakinya, sementara bagi orang yang sehat tidak perlu meminum obat.

Namun Tania mengungkapkan, sebenarnya bagi masyarakat yang sehatlah yang seharusnya meminum obat untuk pencegahan setiap bulan Oktober selama lima tahun berturut-turut.

Obat tersebut berfungsi untuk pencegahan bila seseorang belum terinfeksi, atau untuk membunuh cacing filaria di tubuh seseorang sebelum menimbulkan gejala pembengkakan.

Obat tak menyembuhkan bengkak

Tania juga menerangkan ada masyarakat yang sudah terinfeksi dan terjadi pembengkakan pada kakinya tidak merasakan kesembuhan.

Faktanya, obat yang diberikan dalam program Belkaga memang bukan untuk kuratif atau penyembuhan melainkan hanya untuk pencegahan.

Untuk orang yang terinfeksi dan telah terjadi pembengkakan stadium awal, harus diobati di fasilitas kesehatan agar tidak berlanjut. Namun masyarakat yang telah terinfeksi dan terjadi pembengkakan yang tinggal di daerah endemis tetap harus meminum obat pencegahan agar tidak terinfeksi lagi.

Obat membuat demam dan muntah

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kementerian Kesehatan Elizabeth Jane Soepardi mengatakan konsumsi obat penyakit kaki gajah ini memang terkadang menyebabkan efek samping.

Beberapa efek samping yang terjadi ialah sakit kepala, demam, mual atau muntah, dan mengantuk. Di masyarakat, efek samping yang terjadi seperti ini diinformasikan kepada masyarakat lainnya agar tidak meminum obat penyakit kaki gajah.

Padahal faktanya efek samping tersebut adalah proses pembunuhan cacing-cacing parasit di dalam tubuh.

"Pada orang yang ada microfilarianya, ada efek samping demam, mual, sakit kepala. Karena itu proses dari reaksi microfilaria (anak cacing filaria) yang terbunuh. Itu berarti efektif pengobatannya," kata Jane.

Dia mengatakan efek samping tersebut biasanya akan sembuh dengan sendirinya dalam waktu tiga hari. Namun bila efek samping terlihat serius, segera periksakan ke Puskesmas atau klinik terdekat untuk pemeriksaan lebih lanjut.

Akan tetapi obat kaki gajah tidak akan berdampak apa-apa pada tubuh seseorang yang sehat atau tidak terdapat cacing filariasis dalam tubuhnya.

Tania yang telah melakukan penelitian dan pengobatan filariasis pada beberapa daerah di Indonesia selama bertahun-tahun menyebutkan biasanya masyarakat desa lebih mudah untuk meminum obat ketimbang penduduk kota yang masih ada penolakan.

Dia menerangkan bahwa eliminasi penyakit kaki gajah di Indonesia akan mudah apabila masyarakat mau dan tanpa penolakan meminum obat pencegahan. Oleh karena itu dibutuhkan sosialisasi yang gencar kepada masyarakat dan bahkan pada pemerintah dan kepala daerah setempat.

Hingga saat ini sebanyak 236 kabupaten-kota di seluruh Indonesia masih merupakan wilayah endemis penyakit kaki gajah terutama di Nusa Tenggara Timur, Maluku, sebagian besar Kalimantan, dan Papua.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement