REPUBLIKA.CO.ID, ATLANTA -- Satu dari 10 kasus bunuh diri di Amerika Serikat (AS) terjadi pada orang dengan penyakit kronis. Hal itu diketahui lewat studi yang dilakukan selama rentang 2003 sampai 2014. Temuan tersebut mengindikasikan penyakit kronis bisa jadi faktor pemicu seseorang memutuskan bunuh diri.
"Kami melihat masalah kesehatan mental seperti depresi dan kecemasan lebih umum dirasakan oleh mereka yang mengidap penyakit kronis," kata ketua tim peneliti Emiko Petrosky. Emiko merupakan seorang epidemiologis medis di The US Centers for Disease Control and Prevention (CDC) di Atlanta.
Dari hasil studinya, diperkirakan sekitar 25 juta orang dewasa AS punya level kesakitan harian. Sebanyak 10,5 juta di antaranya setiap hari mengalami sakit yang berat. Demikian kesimpulan dari Petrosky dan koleganya di Annals of Internal Medicine.
"Pelayanan kesehatan bagi pasien berpenyakit kronis hendaknya menyadari adanya risiko bunuh diri. Penyakit kronis adalah masalah umum yang serius. Hal yang penting adalah kita harus mengelola pasien penyakit kronis dengan terintegrasi. Termasuk di dalamnya layanan kesehatan mental," kata Petrosky.
Data studi ini dikumpulkan dari 18 negara bagian di AS oleh National Violent Death Reporting System CDC. Dari 123.181 kasus bunuh diri yang tercatat, sebanyak 10.789 atau sembilan persen dilakukan orang yang mengidap penyakit kronis. Penyakit punggung, kanker, dan arthritis terhitung sebagai penyakit kronis yang memicu keinginan bunuh diri.
Lebih dari separuh orang berpenyakit kronis yang bunuh diri memilih senjata api sebagai cara mengakhiri hidupnya. Sedangkan 16,2 persen memilih menenggak opioid sampai overdosis.
Paul Nestadt dari Department of Psychiatry and Behavioral Health di Johns Hopkins School of Baltimore menuturkan opioid adalah depresan. "Opioid meningkatkan risiko depresi. Depresi adalah salah satu faktor terbesar yang melengkapi motif seseorang untuk bunuh diri," ujar Paul.