Jumat 24 Aug 2018 17:02 WIB

Vaksin MR Cegah Cacat Lahir

Anak dengan kecacatan lahir membutuhkan biaya terapi ratusan juta.

Petugas medis menyuntikkan vaksin MR (measles and rubella) kapada siswa TK di Tulungagung, Jawa Timur, Rabu (9/8).
Foto: ANTARA
Petugas medis menyuntikkan vaksin MR (measles and rubella) kapada siswa TK di Tulungagung, Jawa Timur, Rabu (9/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dokter spesialis anak, dr Arifianto SpA, mengatakan dengan penggunaan vaksin measless dan rubella (MR) dapat mencegah kecacatan bayi yang dilahirkan. Vaksin MR sekaligus mencegah kerugian miliaran rupiah dalam belasan tahun ke depan.

Arifianto yang merupakan anggota Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mencontohkan kasus penyakit akibat virus rubella yang menimbulkan banyak kecatatan. "Yang paling sering adalah tuli saraf atau tuli kongenital pada bayi yang dilahirkan," ujarnya, Jumat (24/8).

Untuk menunjang hidupnya, bayi tersebut harus memakai alat bantu dengar yang standar mulai dari harga kurang lebih Rp 12 juta. Sementara untuk kasus ketulian yang lebih berat, anak itu harus menggunakan implan koklea yang berkisar pada harga sekitar Rp 145 juta.

Belum lagi, lanjut dia, ditambah berbagai kelainan yang dialami. Maka biaya yang dikeluarkan akan lebih besar.

"Jadi harganya sangat tinggi, belum kalau anak itu mengalami katarak kongenital jadi tidak bisa melihat harus dioperasi juga, belum dia mengalami mikrosefali atau kepala kecil. Dia akan terlambat pengembangannya dibandingkan teman-teman sebayanya," ujar Arifianto yang merupakan penulis buku "Pro Kontra Imunisasi".

Dengan kondisi kecacatan seumur hidup itu, maka anak itu dapat menjadi "beban seumur hidup" bagi orang tua karena tidak dapat hidup mandiri malah bergantung pada orang lain seumur hidup. Orang tua juga harus menanggung biaya pengobatan yang tidak sedikit.

"Butuh biaya terapi ongkos untuk berobat jadi bebannya kalau dihitung-hitung setahun bisa mencapai puluhan atau ratusan juta rupiah. Kalau diakumulasi bisa sampai miliaran rupiah dalam belasan tahun ke depan. Dan kalau ada ribuan anak dengan cacat rubella, tinggal dikalikan aja jadi sekian miliar," ujarnya.

Arifianto menuturkan campak adalah penyakit dengan angka kematian cukup tinggi Indonesia. Indonesia termasuk satu dari 10 negara dengan kasus campak terbanyak di dunia.

"Maka menjadi darurat bagi kita mengeliminasi campak ini karena sudah sejak puluhan tahun lalu kita ditargetkan bebas campak tapi belum tercapai sampai sekarang," ujarnya.

Menurut dia, jika menunda pemberian vaksin campak atau cakupan pemberiannya jauh menurun tidak di atas 90 persen, dikhawatirkan wabah campak akan terus berlangsung dan angka kematian campak tidak bisa dikurangi. Karena itu, katanya, pemberian vaksin MR menjadi penting sekali.

Lebih lanjut dia menuturkan, virus rubella terbukti menyumbang kasus bayi-bayi lahir cacat akibat congenital rubella syndrome. "Kalau kita tidak mencapai cakupan pemberian vaksin yang tinggi akan terus berlangsung ibu-ibu yang terkena rubella, kemudian bayi lahir cacat, kita tidak bisa mengurangi angka kelahiran cacat. Jadi sangat penting untuk terus meneruskan imunisasi MR dengan cakupan yang tinggi melebihi 90 persen dari populasi target," jelasnya.

Padahal, pada 2020 Indonesia berkomitmen untuk mencapai eliminasi campak dan pengendalian rubella (congenital rubella syndrome).

Vaksin halal

Sementara, Sekretaris Perusahaan PT Bio Farma, Bambang Heriyanto, mengatakan Bio Farma masih dalam tahap mengembangkan vaksin MR halal. Serum Institute of India saat ini masih tetap menjadi satu-satunya pemasok vaksin MR yang telah lolos kualifikasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan dapat memproduksi dalam kapasitas besar.

Pemilihan vaksin sendiri didasarkan pada pertimbangan kualitas, keamanan dan kemampuan menyuplai dari produsen. "Vaksin MR sudah mendapat sertifikasi WHO dan sudah diakui kualitasnya oleh WHO," tuturnya.

Terlepas dari polemik adanya unsur babi dalam proses produksi vaksin MR dari Serum Institute of India, namun vaksin itu masih menjadi satu-satunya pilihan untuk digunakan dalam memenuhi kebutuhan dalam negeri karena belum ada produsen lain yang mampu memenuhi standar kualitas dan kemampuan menyuplai produk.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement