Sabtu 11 Aug 2018 11:46 WIB

Benci Suara 'Kriuk'? Mungkin Anda Alami Misophonia

Peneliti menemukan pengidap Misophonia memiliki perbedaan di lobus frontal otak

Rep: Desy Susilawati/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Anak-anak sangat gemar menyantap makanan manis.
Foto: everyday-reading
Anak-anak sangat gemar menyantap makanan manis.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anda pernah merasa terganggu karena bunyi kriuk makanan? Mungkin Anda mengalami misophonia. Ini adalah kondisi kepekaan yang parah terhadap suara seperti mengunyah, batuk, menguap, dan banyak lagi.

Beberapa orang memiliki kasus misofilisme yang lebih ekstrem daripada yang lain, dan menemukan diri mereka benar-benar terganggu oleh suara-suara, sampai pada titik di mana mereka membutuhkan terapi perilaku kognitif.

Meskipun secara resmi penamaan tersebut dinyatakan tahun 2001, banyak yang masih mempertanyakan alias skeptis misophonia adalah kondisi nyata. Akan tetapi tahun lalu, sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Current Biology menunjukkan bahwa mereka dengan gangguan ini memiliki perbedaan di lobus frontal otak mereka yang menyebabkan reaksi keras terhadap suara, dan bahkan dapat menyebabkan detak jantung dan berkeringat lebih cepat.

"Saya berharap ini akan menenangkan para penderita," jelas Tim Griffiths, Profesor Neurologi Kognitif di Universitas Newcastle dan Universitas College London seperti dilansir dari laman Southernliving, Sabtu (11/8).

Ia mengatakan dalam sebuah siaran pers bahwa dirinha adalah bagian dari komunitas skeptis sendiri sampai ia melihat pasien di klinik dan mengerti betapa mirip fitur itu. Dan pada bulan Februari, studi lain menemukan bahwa memiliki misophonia dapat memengaruhi kemampuan orang untuk belajar .

Menurut penelitian, yang diterbitkan dalam jurnal Applied Cognitive Psycology, suara yang halus seperti permen karet cukup untuk mempengaruhi kinerja akademis.

"Beberapa orang  sangat sensitif terhadap suara latar belakang yang relatif halus seperti mengunyah, dan kepekaan ini dapat mengganggu cukup banyak untuk merusak pembelajaran," tulis rekan penulis studi, Logan Fiorella, asisten profesor kognisi terapan dan pengembangan di University of Georgia, kepada TIME .

Para peneliti memiliki 72 mahasiswa yang mempelajari makalah tentang migrain, dengan setengah duduk di sebuah ruangan dengan orang yang mengunyah permen karet, dan yang lainnya tidak. Mereka semua kemudian mengambil tes pada materi dalam keheningan, dan mereka yang mengunyah permen karet memiliki nilai tes yang lebih rendah.

Fiorella mencatat bahwa tidak ada siswa yang menderita misophonia yang parah secara klinis, tapi masih terkena dampak kebisingan."Ini mungkin sangat penting bagi siswa dengan tingkat sensitivitas misophonia yang lebih tinggi untuk menghindari belajar di tempat-tempat di mana ada banyak suara 'pemicu', seperti orang lain mengunyah, batuk, mengklik pena, atau kertas gemeresik," kata Fiorella.

Sebenarnya, menurut dia ada beberapa strategi yang bisa dilakukan oleh seseorang yang merasa terganggu dengan suara. Misalnya menggunakan penutup telinga atau fokus pada suara sendiri. Bisa juga, menurut dia dengan terus berpikir positif atau menerima bahwa kita tak bisa hidup tanpa adanya suara orang lain.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement