Selasa 07 Aug 2018 18:50 WIB

Tuli, Penyakit Akibat Kerja Terbanyak di Indonesia

Belum semua pekerja sadar tentang penyakit akibat kerja.

Rep: Neni Ridarineni/ Red: Yusuf Assidiq
 Para pengurus Perhimpunan Spesialis Kedokteran Kedokteran Okupasi (Perdoki) Indonesia saat melakukan audiensi dengan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X.
Foto: Neni Ridarineni.
Para pengurus Perhimpunan Spesialis Kedokteran Kedokteran Okupasi (Perdoki) Indonesia saat melakukan audiensi dengan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA - Saat ini, terdapat tiga jenis penyakit akibat kerja terbanyak di Indonesia. Antara lain tuli yang menduduki peringkat pertama, kemudian nyeri punggung belakang, dan kulit.

Hal itu disampaikan Ketua Umum Perhimpunan Spesialis Kedokteran Okupasi Indonesia (Perdoki), Nusye E Zamsiar, pada wartawan usai melakukan audiensi dengan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X di Kepatihan Yogyakarta, Selasa (7/8).

Menurutnya, penyakit tuli akibat kerja biasanya dialami oleh karyawan yang bekerja di perusahaan/pabrik yang terpapar suara bising dan yang bekerja di pertambangan. Sementara itu nyeri punggung belakang bisa dialami oleh pekerja dihampir semua pekerjaan seperti pekerja kantoran dan termasuk juga wartawan.

‘’Penyakit nyeri punggung belakang ni jangan dianggap sepele. Seringkali orang yang mengalami nyeri punggung belakang ini dikira sakit ginjal. Padahal hanya kesalahan duduk atau kursi tidak ergonomis. Kalau hal itu dibiarkan dapat mengganggu pekerjaan sehari-hari,’’ ujar Nusye.

Penyakit akibat kerja terbanyak ketiga adalah penyakit kulit. ‘’Penyakit kulit ini sekarang semakin banyak dialami oleh pekerja karena sekarang banyak penggunaan bahan kimia di tempat kerja,’’ kata dia.

Perdoki, kata Nusye, merupakan perhimpunan para dokter spesialis yang mengurusi kesehatan tenaga kerja. Agar seorang tenaga kerja jangan sampai sakit, maka ada upaya untuk pencegahan.

Karena itu untuk meningkatkan kemampuan dokter dalam pencegahan penyakit akibat kerja, maka Perdoki akan menyelenggarakan pertemuan ilmiah yang akan dihadiri oleh para dokter maupun orang-orang yang berkecimpung di bidang keselamatan kerja, kesehatan lingkungna kerja, dan egronomi.

Ia menjelaskan, kegiatan akan diselenggarakan di Hotel Melia Purosani , 21-23 September mendatang. Peserta ditargetkan 500 orang. Pembicara dari Indonesia maupun internasional.

Menurut Nusye, belum semua pekerja sadar tentang penyakit akibat kerja, terutama yang industri non formal atau UMKM. Karena itu Perdoki berupaya untuk melakukan upaya promotif dan preventif terkait penyakit akibat kerja.

‘’Dalam pertemuan ilmiah di Yogyakarta, kami berencana melakukan kunjungan ke pengrajin batik. Dalam kunjungan ini akan dilakukan penilaian lingkungan kerja, cara bekerja dan risiko-risiko kersehatan apa yang bisa terjadi pada pengrajin batik," ujar dia.

Ditambahkan, penyakit akibat kerja dan penyakit tidak menular seperti stroke, asam urat, serta diabetes sama rentannya. Maka itu Perdoki berupaya melakukan upaya pencegahan agar penyakit akibat kerja jangan sampai menimbulkan gangguan kesehatan yang lebih berat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement