REPUBLIKA.CO.ID, SUMATRA BARAT -- Dari kejauhan, suara genset atau pembangkit listrik berbahan bakar solar terdengar berdengung memenuhi udara kaki perbukitan di daerah Nagari Situmbuak Kecamatan Salimpauang, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Tidak ada yang berbeda dari kampung itu, kecuali lalu lalang beberapa orang baru yang setiap pagi berombongan menuju kaki bukit di ujung persawahan dan baru kembali pada sore harinya.
Genset tersebut merupakan salah satu sumber listrik bagi mereka yang telah mulai melakukan aktivitas sejak tanggal 23 Juli 2018 di dalam salah satu gua yang berada di barisan perbukitan.
Di dalam gua yang bagi masyarakat sekitar lebih dikenal dengan nama Ngalau Tompok Syoiah tersebut, beberapa orang tengah sibuk menggali tanah pada beberapa titik yang telah ditentukan.
Gua gelap itu menjadi ramai semenjak kedatangan tim peneliti dari Balai Arkeologi (Balar) Sumatera Utara yang bertujuan untuk melakukan ekskavasi atau penggalian pada gua yang diprediksi menyimpan potongan sejarah kehidupan masyarakat zaman dahulu.
Tak kurang dari dua puluh orang terlibat dalam kegiatan tersebut, mulai dari peneliti dari Balar Sumut, Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Sumatera Barat, mahasiswa Arkeologi Universitas Jambi serta beberapa masyarakat setempat.
"Dari Balar Sumut terdapat tiga orang arkeolog serta ditambah dengan satu orang ahli geologi untuk melakukan ekskavasi ini," kata Ketua tim peneliti, Nenggih Susilowati.
Informasi terkait keberadaan goa ini menurutnya sudah diterima sejak tahun 2015 lalu, akan tetapi itu masih berupa informasi umum, belum diketahui pasti apakah goa tersebut termasuk goa prasejarah atau tidak.
Setelah dilakukan survei, kemudian ditemukan beberapa temuan seperti menhir, makam semu, serta rock art atau gambar pada dinding goa, serta beberapa benda yang merupakan hasil galian. Berangkat dari temuan tersebut maka selanjutnya pihaknya memutuskan untuk melakukan eskavasi untuk mengumpulkan bukti-bukti dari peninggalan yang ada dalam goa tersebut.
Temuan Budaya Megalitikum
Adanya bukti bahwa gua ini pernah dimanfaatkan sejak zaman megalit atau zaman batu besar adalah dengan ditemukannya menhir dan makam semu yang ada di tengah-tengah gua.
Temuan tradisi megalit ini tidak dapat dipastikan periodesasinya, sebab menurut Nenggih keberlangsungan budaya atau tardisi itu berbeda pada tiap-tiap daerah, bahkan ada tradisi megalit yang masih eksis ketika sudah memasuki zaman sejarah.
Sementara tradisi megalit yang ada di Ngalau Tompok bisa jadi sejajar dengan zaman Adityawarman atau pada kisaran abad ke-14 masehi, sebab pada masa tersebut di daerah Tanah Datar terdapat beberapa prasasti yang tertulis di atas batu dan bisa jadi tradisi megalit ini sudah ada sejak masa tersebut.
Adanya perlakuan khusus terhadap goa ini juga terlihat dari keberadaan menhir yang berdiri di tengah-tengah goa, batuan tersebut diprediksi didatangkan dari goa lain, sebab keberadaan stalagmit pada goa itu tidak seperti pada goa lainnya. "Akan tetapi hal ini masih berupa dugaan, karena kami masih menunggu hasil analisa pakar geologi untuk menjelaskan hal tersebut," ujarnya.
Selain itu, keberadaan makam semu juga menjadi indikasi lain dari eksistensi tradisi megalit, makam tersebut memiliki posisi menghadap ke arah timur dan barat, yang mana pada kedua sisi tersebut terdapat Gunung Marapi dan Sago.