Rabu 18 Jul 2018 14:35 WIB

Festival Sangkep Beleq untuk Kelestarian Alam

Festival Sangkep Beleq digelar di Desa Senaru, Kecamatan Bayan, Lombok Utara

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Yudha Manggala P Putra
Pemerintah Kabupaten Lombok Utara menggelar Festival Sangkep Beleq selama dua hari, sejak Selasa (17/7) hingga Rabu (18/7).
Foto: Humas Pemkab Lombok Utara
Pemerintah Kabupaten Lombok Utara menggelar Festival Sangkep Beleq selama dua hari, sejak Selasa (17/7) hingga Rabu (18/7).

REPUBLIKA.CO.ID, LOMBOK UTARA -- Pemerintah Kabupaten Lombok Utara menggelar Festival Sangkep Beleq selama dua hari, sejak Selasa (17/7) hingga Rabu (18/7). Ketua Pelaksana Festival Sangkep Beleq Raden Sawinggih mengatakan, festival ini bertujuan untuk melestarikan, memperkenalkan, serta mempertahankan keasrian alam dan kebudayaan masyarakat, hukum adat, dan adanya forum yang menjadi wadah bagi masyarakat hukum adat Bayan.

Festival Sangkep Beleq yang dilakukan di Desa Senaru, Kecamatan Bayan, Lombok Utara ini merupakan ajang budaya yang bekerja sama dengan Somasi NTB.

Raden menyatakan bangga karena kehadiran tiga unsur, mulai dari Pemekel, Kiai Adat Bayan, Tuaq Lokaq. Tiga unsur ini yang mewakili masyarakat adat sebagai penyokong dan pelestari adat Bayan.

"Festival ini sudah dilakukan dua kali, festival pertama mengangkat tema tentang pentingnya tanaman bambu. Sedangkan festival kali ini, sebagai tindak lanjut dari isu kompleks tentang adat, tantangan global hak adanya Geopark Rinjani yang di dalamnya terdapat situs-situs sejarah," ujar Raden di Lombok Utara, NTB, Rabu (18/7).

Dia menyampaikan, festival ini dihajatkan dapat menakar pengaruh global agar menjaga kelestarian alam dan budaya. Raden menjelaskan, adat dan budaya sebagai momentum persatuan masyarakat adat dan para tokoh adat.

Direktur Somasi NTB Ahyar Supriadi  mengapresiasi budaya dan adat yang ada di Bayan sebagai satu kesatuan wilayah adat yang ada di Kecamatan Bayan.

"Kami mengangkat tema pola hubungan sosial antara manusia dan sumber daya alam, di Lombok Utara bisa beriring secara berkelanjutan. Inilah yang menjadi pembeda antara Lombok Utara dengan kabupaten lain yang ada di Provinsi NTB," ujar Ahyar.

Ahyar menyampaikan, adat dan budaya dihadapkan pada sejumlah tantangan, seperti arus globalisasi tentang kemajuan teknologi yang membuat tak ada jarak. Ia menilai, dampak negatif teknologi komunikasi yang berlebihan dapat menghambat proses silaturahmi dan tradisi betabik yang terkikis antara masyarakat adat. Namun yang patut disyukuri, lanjutnya, arus teknologi komunikasi tak melunturkan masyarakat untuk menjaga dan melestarikan adat.

"Kita harus mengakui, masyarakat adat masih lemah pada pendokumentasian potensi dan situs-situs budaya dan adat. Secara perlahan, Somasi NTB bersama tokoh adat mulai mendokumentasi. Hasilnya telah ada video dan foto situs-situs budaya," kata Ahyar.

Untuk memperkuat tradisi adat dan budaya Bayan, Somasi NTB bersama pemerintah daerah menyusun Raperda Pengakuan Masyarakat Adat.

"Tahap raperda saat ini masih pada proses penggodokan draf menjadi perda yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat daerah (DPRD) Kabupaten Lombok Utara. Perda tersebut penting agar terdapat pengakuan dari negara tentang keberadaan masyarakat adat sehingga negara memberikan perhatian dan dukungan kuat dan terlestarikan," ucap dia.

Melalui Sangkep Beleq, ia berharap dapat merumuskan masalah dan solusi agar masyarakat adat dapat memperkuat dan melestarikan adat dan budaya, di samping memunculkan keseimbangan hubungan sosial antara masyarakat adat, budaya, dan alam.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Lombok Utara Muhammad mendorong Pemkab Lombok Utara mempercepat Perda Pengakuan Masyarakat Adat. "Tinggal menunggu laju persetujuan dari DPRD untuk mematangkan draf raperda menjadi perda," kata Muhammad.

Pihaknya berencana menempatkan kegiatan Pekan Kebudayaan di Kecamatan Bayan sebagai agenda tahunan. Ia menilai, pembacaan tembang pengiling-iling sarat makna tentang tasawuf. "Nilai yang terkandung tersebut, jika benar-benar dilakukan maka memunculkan keseimbangan antara masyarakat adat, budaya dan alam," paparnya.

Disbudpar Lombok Utara mendukung upaya dan kegiatan penguatan dan pelestarian budaya dan masyarakat adat sehingga ke depan terbuka jalinan kerja sama dengan masyarakat adat dalam penyelenggaraan festival tahun-tahun mendatang.

Muhammad secara resmi membuka festival ini dengan melakukan adat Minangin, yang merupakan proses memisahkan padi dari tangkainya yang menimbulkan irama. Irama yang keluar dari menaikturunkan potongan bambu ke dalam rantok (lesung perahu) yang sudah diisi hasil pertanian berupa tangkai padi yang berbuah.

Secara filosofis, hal ini memiliki makna penyemangat dalam bekerja. Minangin ini dilakukan oleh tiga hingga lima orang disesuaikan dengan besar atau kecilnya ukuran Rantok.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement