REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Generasi milenial di Amerika Serikat (AS) semakin menaruh minat untuk membuat perjanjian pranikah. Hal itu terungkap berdasarkan riset yang dilakukan American Academy of Matrimonial Lawyers (AAML). Lebih dari separuh advokat dari anggota organisasi itu menangani peningkatan jumlah klien yang ingin menyusun perjanjian pranikah.
Hanya dua persen dari anggota AAML yang menyebut permintaan perjanjian pranikah menurun untuk klien rentang usia 18 hingga 34 tahun. AAML menyebut sebanyak 62 persen anggotanya makin sering menangani perjanjian pranikah selama tiga tahun terakhir.
"Mereka (milenial) memilih jalannya sendiri dan ingin memastikan kesejahteraannya apabila ada masalah dalam pernikahan di kemudian hari," kata Presiden AAML John Slowiaczek dilansir dari CNBC, Selasa (3/7).
Ada tiga perjanjian teratas yang paling sering disebut dalam perjanjian pranikah. Tiga poin tersebut adalah proteksi dari peningkatan nilai properti setelah berpisah, hak waris, dan kesetaraan dalam pembagian properti.
Selain karena urusan harta gono gini, pengalaman pribadi juga mendasari seseorang untuk membuat perjanjian pranikah. "Banyak milenial adalah anak-anak dari orang tua yang bercerai. Mereka terdorong untuk melindungi apa yang menjadi kepentingannya," imbuh Slowiaczek.
Menurut Arlene Dubin, pimpinan kantor advokat pernikahan dan keluarga Moses & Singer yang berbasis di New York, jumlah perjanjian pranikah meningkat lima kali lipat selama 20 tahun terakhir. Milenial juga disebut sebagai kalangan yang memilih menunda pernikahan. Dengan demikian, mereka bisa menyiapkan proteksi lebih apabila sewaktu-waktu menikah dan menghadapi perceraian.
Alasan finansial membuat sepertiga milenial memilih untuk menunda pernikahan. Sementara itu 38 persen milenial memilih menunda punya anak. Demikian yang diungkap survey TD Ameritrade pada 1.000 responden berusia 18 tahun ke atas.