REPUBLIKA.CO.ID, OXFORD -- Studi dari Oxford Economics dan National Center for Social Research menunjukkan, makan sendirian merupakan penyebab terbesar dari ketidakbahagiaan. Dilansir di Independent, Rabu (23/5), hasil penelitian ini didapatkan setelah mensurvei lebih dari 8 ribu orang dewasa Inggris untuk menyelidiki bagaimana orang bisa hidup lebih baik setiap harinya.
Secara tidak sengaja, data yang dikumpulkan mengungkapkan bahwa suasana hati sebagian besar responden menurun selama enam bulan terakhir. Penurunannya mencapai 0,5 poin menjadi rata-rata 60,7 persen. Meski sebagian besar penurunan terkait dengan faktor musiman seperti cuaca ekstrem dan kekacauan transportasi umum, indeks menemukan alasan yang lebih mengejutkan terkait ketidakbahagian seseorang.
Menariknya, ditemukan bahwa makan sendiri lebih kuat terkait dengan ketidakbahagiaan dibanding dengan faktor lain. Dalam studi ini, orang yang makan sendiri memperoleh 7,9 poin kebahagiaan lebih rendah dari rata-rata nasional, dibandingkan seseorang yang selalu makan di perusahaan bersama teman-teman kerja.
Dari beberapa faktor, kesehatan mental ditemukan memiliki asosiasi negatif terkuat dengan kebahagiaan. Mereka yang melaporkan kondisi seperti kecemasan, depresi, serangan panik atau perilaku kompulsif memperoleh 8,5 poin di bawah angka kebahagiaan rata-rata.
Baca juga: Hamil Anak Kedua, Happy Salma Senang Makanan Asin
Isu-isu lain yang terkait ketidakbahagiaan termasuk keterbatasan mobilitas fisik, pesertanya mencetak 5,4 poin lebih rendah. Sementara itu, orang dengan ketidakmampuan belajar mencetak 3,7 poin lebih rendah.
Sebaliknya, makan dengan orang lain memiliki asosiasi positif tertinggi dengan kebahagiaan dengan skor 0,22 poin lebih tinggi. Berada di atasnya adalah kemewahan memiliki cukup waktu untuk melakukan berbagai hal (0,36), kehidupan seks yang memuaskan (0,44) dan tidur nyenyak (0,93).
Hasil studi menunjukkan, kontak tatap muka memiliki keterkaitan dengan peningkatan kebahagiaan seseorang. Sebab, bentuk kontak sosial lain seperti berbicara dengan tetangga dan bertemu teman maupun keluarga secara langsung dikaitkan dengan skor kebahagiaan tinggi. Sedangkan, pesan teks, email dan interaksi digital lain seperti media sosial tidak menunjukkan asosiasi sama sekali.
Salah satu peneliti terlibat, Mike Coupe menjelaskan, menghabiskan waktu bersama secara fisik sangat membantu meningkatkan kualitas kebahagiaan. "Tidak ada Yang mengalahkan kekuatan interaksi manusia. Daripada menambah tekanan sehari-hari dengan interaksi digital, kita sebaiknya meluangkan waktu berkumpul, makan dan bercerita bersama," ujarnya.