Selasa 22 May 2018 06:30 WIB

5 Fakta Menarik Pendidikan Anak Usia Prasekolah

Fakta diperoleh berdasarkan survei kepada ibu di lima negara.

Rep: Desy Susilawati/ Red: Indira Rezkisari
 Siswa-siswi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Taman Kanak-kanak (TK) mendengarkan dongeng di Stasiun Pasar Senen, Jakarta Pusat, Senin (20/3).
Foto: Republika/Yasin Habibi
Siswa-siswi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Taman Kanak-kanak (TK) mendengarkan dongeng di Stasiun Pasar Senen, Jakarta Pusat, Senin (20/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tidak sedikit orang tua di Indonesia yang memasukkan anaknya pada pendidikan anak usia dini (PAUD). Bahkan, ada yang dimulai sejak usia di bawah tiga tahun.

Melihat fakta tersebut, Benesse Educational Research and Development (BERD) Institute milik Benesse Corporation, perusahaan pelayanan pendidikan di Jepang, mengadakan survei pada tahun 2017 kepada ibu-ibu yang memiliki anak usia 4 sampai 6 tahun. Survei itu tidak hanya dilakukan di Indonesia, tetapi juga di Finlandia, Cina dan Jepang. Di Indonesia, survei dilakukan kepada 900 responden yang berdomisili di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.

Direktur PT Benesse Indonesia Daisuke Okada menjelaskan, survei dilakukan dengan mewawancarai para ibu melalui kunjungan ke rumah. Poin-poin yang disurvei antara lain waktu kebiasaan anak terkait media pembelajaran, sudut pandang orang tua terkait pengasuhan dan pendidikan untuk anak, harapan untuk masa depan anak, kemampuan sosial emosional anak, dan waktu yang dihabiskan bersama anak.

Negara subyek survei penelitian adalah negara-negara yang berada di Benua Asia seperti Jepang, dan Indonesia yang merupakan negara dengan ekonomi berkembang, terdiri atas berbagai macam agama dan etnis, dan Cina yang fokus pada pengembangan kemampuan sosial emosional dalam pendidikan usia dini. Sebagai perbandingan dari Benua Eropa, Finlandia dipilih.

"Dibandingkan ibu-ibu dari Jepang, Cina, dan Finlandia, ibu-ibu di Indonesia memiliki keinginan yang lebih kuat agar anaknya menjadi sosok yang mewarisi keturunan keluarga, sosok yang akan mengurus orang tua di masa yang akan datang, sosok yang bisa mengabulkan cita-cita orang tua, dan sosok yang akan mengabdi kepada masyarakat di masa depan," ungkapnya, dalam siaran pers, Selasa (22/5).

Ketua Asosiasi Pendidikan Guru PAUD Dr Sofia Hartati MSi mengungkapkan bahwa dari hasil survei, diketahui waktu kebiasaan anak berbeda-beda di setiap negara bergantung pada sistem pendidikan anak usia prasekolah, kebudayaan, agama, dan iklim. Di Indonesia, kesadaran keluarga lebih kuat karena adanya pengaruh dari agama. Mereka cenderung mengharapkan anaknya menjadi sosok yang memegang peranan dalam keluarga.

Berikut lima fakta menarik dari hasil survei tersebut, yaitu:

Fakta pertama adalah terkait waktu kebiasaan anak

Ternyata, anak-anak Indonesia tercatat bangun tidur lebih awal. Alasannya, Indonesia memiliki banyak kegiatan pada pagi hari dan bagi anak-anak pemeluk agama Islam harus melakukan shalat Subuh. Pada hari biasa, anak Indonesia yang bangun tidur sebelum pukul 05.30 mencapai 11,1 persen dan yang bangun pada pukul 06.00 mencapai 31,9 persen.

Sementara itu, anak-anak di tiga negara lainnya (Jepang, China, dan Finlandia) yang bangun tidur pada pukul 05.30 hanya mencapai kurang dari tiga persen. Adapun yang bangun pada pukul 06.00 hanya kurang dari 13 persen. Anak-anak di Jepang, Cina, dan Finlandia ternyata lebih banyak bangun tidur pada pukul 07.00.

Fakta kedua adalah terkait waktu yang dihabiskan di playgroup atau PAUD (pendidikan anak usia dini)

Hasil survei mengungkapkan bahwa 89,8 persen anak Indonesia menghabiskan waktu kurang dari empat jam di PAUD. Itu artinya, lebih singkat dibandingkan dengan anak-anak dari negara lain.

Anak-anak di Indonesia ternyata tidak ada yang pernah menghabiskan waktu di PAUD hingga lebih dari delapan jam. Sebaliknya, anak-anak di negara lain justru banyak menghabiskan waktu di PAUD hingga lebih dari delapan jam. Anak-anak di Cina yang menghabiskan waktu lebih dari delapan jam di PAUD mencapai 50 persen. Selanjutnya, disusul oleh anak-anak di Finlandia 44 persen dan Jepang 10 persen. Lamanya anak-anak di Jepang, Cina, dan Finlandia menghabiskan waktu di PAUD karena banyak orang tua di sana adalah wanita pekerja.

Fakta ketiga adalah terkait mengasuh anak dari perspektif ibu

Bagi ibu di Indonesia, ada tiga hal yang memerlukan usaha paling besar dalam mengasuh anak. Pertama, menerapkan kebiasaan-kebiasaan yang baik, seperti menyikat gigi, mandi, dan sebagainya (66,9 persen). Selanjutnya, disusul dengan usaha menjaga kesehatan tubuh (64,8 persen), dan main bersama orang tuanya (56,7 persen).

Dalam studi longitudinal, perkembangan pada usia prasekolah (3 sampai 6 tahun) yang dilakukan oleh BERD, anak-anak yang menguasai kebiasaan hidup pada usia 3 sampai 4 tahun akan memiliki kemampuan sosial emosional yang lebih baik pada usia 4 sampai 5 tahun.

Kemampuan sosial emosional itu berhubungan dengan perkembangan aspek kognitif seperti huruf, angka, dan kemampuan berpikir. Oleh karena itu, menanamkan kebiasaan hidup sejak dini sangat penting untuk mengembangkan aspek kognitif dan afektif anak.

Fakta keempat adalah terkait harapan orang tua terhadap masa depan anak

Hasilnya, para ibu di Indonesia mengharapkan anaknya menjadi orang yang menyayangi keluarga (75,8 persen), menjadi orang yang memiliki sikap kepemimpinan (53,1 persen), dan menjadi orang yang bisa memanfaatkan kemampuan tinggi dalam pekerjaan (35 persen).

Serupa dengan ibu di Indonesia, ibu di Cina (77,9 persen) dan Finlandia (81,7 persen) juga menginginkan anak mereka menjadi orang yang menyayangi keluarga. Hanya para ibu di Jepang berharap anak mereka menjadi orang yang memiliki pendirian atau pendapat sendiri (72,3 persen).

Fakta kelima adalah terkait sosok seorang anak

Para ibu di Indonesia menilai bahwa anak adalah sosok yang mewarisi keturunan keluarga untuk masa depan (64,3 persen), sosok yang akan mengurus orang tua pada masa yang akan datang (57,9 persen), dan sosok yang bisa mengabulkan cita-cita orang tua (57 persen). Tiga penilaian tersebut merupakan hasil survei yang unik dari Indonesia karena 30 poin lebih tinggi dibandingkan negara lain.

Sofia Hartati memaparkan bahwa dari suku dan agama apa pun yang dianut sebagain besar masyarakat Indonesia, anak merupakan harapan orang tua dan penerus keluarga. Secara psikologis, memiliki anak dapat menimbulkan rasa aman karena saat mereka tua ada yang menjaga, merawat, dan memberi perhatian.

Sementara itu, para ibu di Jepang (66,6 persen) dan Finlandia (98,9 persen) menilai bahwa anak adalah sosok yang memakmurkan kehidupan sehari-hari. Adapun ibu di Cina menilai bahwa anak adalah sosok yang mempunyai karakter atau kepribadian yang berbeda dengan orang tua (81,2 persen).

"Dari hasil survei, kita dapat melihat bahwa kebiasaan anak-anak di setiap negara berbeda-beda, tergantung dari sistem pendidikan anak usia prasekolah, kebudayaan, agama, dan iklim," ujar Sofia.

Namun, dari sini dipahami bahwa sangatlah penting untuk melakukan pendidikan sejak usia dini. Pendidikan yang baik untuk anak-anak pada usia ini adalah bermain bersama orang tua dan menghabiskan waktu bermain sambil belajar. Selain itu, juga penting bagi anak-anak untuk mulai menanamkan kebiasaan hidup yang baik sejak dini karena ini akan berdampak kepada pertumbuhan motivasi dan kepercayaan diri anak untuk melakukan banyak hal pada masa depan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement