Rabu 16 May 2018 21:50 WIB

Museum Dinilai Harus Futuristik

Prof Arief Rachman menilai museum jangan hanya menampilkan benda masa lalu saja.

Museum Nasional Sejarah Alam Indonesia (Munasain).
Foto: Republika/Zahrotul Oktaviani
Museum Nasional Sejarah Alam Indonesia (Munasain).

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Tokoh Pendidikan Indonesia Prof Arief Rachman mengatakan museum harus lebih futuristik. Museum jangan hanya menampilkan benda mati dari masa lalu, sehingga dapat diminati oleh masyarakat luas.

"Museum itu bukan untuk buat pajangan benda mati, masa lalu. Kelirunya museum kita kurang menampilkan kegunaan, dan apa yang harus diketahui untuk kebaikan masa depan bangsa," kata Arief, usai menghadiri peresmian Ruang Introduksi Museum Nasional Sejarah Alam Indonesia (Munasain) di Kota Bogor, Jawa Barat, Rabu (16/5).

Rendahnya minat masyarakat Indonesia untuk mengunjungi museum, menurut Arief, ada keselahan di pendidikan di Indonesia yang secara kosa kata (sematik-red) museum selalu dihubungkan ke masa belakang. "Itu kesalahan paling besar," katanya.

Agar museum lebih diminati, lanjutnya, mereka yang berkerja di musuem harus memperbaiki tata kelola dari museum supaya lebih futuristik, lebih ke depan. "Sebab hubungan antara apa yang kita miliki di belakang (masa lalu), dengan yang sedang kita kerjakan, kita punya tugas ke depannya itu bagaimana. Dan orang-orang terkadang tidak bisa membayangkannya, kecuali ke depannya itu digambarkan dalam museum," katanya.

Duta UNESCO dari Indonesia ini mengatakan, dalam penanganan museum haruslah memiliki empat kekuatan utama, yakni kekuatan agama, kekuatan Iptek, dan kekuatan untuk masa depan seperti apa.

Setiap yang ditampilkan di museum haruslah menampilkan sebab akibat. Sebagai contoh museum Louvre Prancis yang sangat disukai dan dikujungi ribuan orang setiap harinya.

Salah satu koleksinya yang tersimpan di museum adalah lukisan Monalisa yang apabila kita melangkah ke kiri dan ke kanan seperti sedang melirik, menjadi daya tarik luar biasa bagi para pengunjung.

"Itu karena kehebatan Leonardo da Vinci sebagai pelukisnya, kenapa mau melihatnya karena menghargai karya seni lukis. Semua orang dari seluruh dunia mau melihat lukisan hidup seperti itu, ini yang harus museum kita kerjakan untuk semua museum," katanya.

Banyak hal yang harus dilakukan untuk menjadikan museum menarik bagi semua kalangan termasuk generasi muda yang memiliki kegemaran sendiri. Kebanyakan generasi muda menyukai proses, sehingga museum dapat menampilkan proses dari sebuah benda yang dipajang. Misalnya proses pembuatan jamu awet muda.

Peran multimedia juga menjadi penting, lanjut Arief, museum tanpa menggunakan multimedia memiliki kebodohan tiga kali lipat. Multimedia merupakan kekuatan kelima di dunia setelah kekuatan agama, Iptek, politik dan kebudayaan. "Kalau empat kekuatan ini tidak merangkul kekuatan terakhir (multimedia) itu tiga kali bodohnya," kata Arief.

Selain itu, intervensi dari pemerintah, dunia bisnis, ilmuan, dan masyarakat juga menjadi penting dalam memajukan museum di Indonesia. Menurut Arief, peran pemerintah dalam mengembangkan museum masih sebatas struktural yakni membuat regulasi, undang-undang dan peraturan, belum secara kultural yakni menciptakan budaya. "Kerja sama dengan pendidikan juga harus, agar lebih merangsang keberadaan museum," kata Arief.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement