Selasa 15 May 2018 09:10 WIB

Anak Butuh Penjelasan Soal Terorisme dari Orang Tua

Cara penyampaian orang tua ke anak harus disesuaikan dengan tingkatan usia.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Anak membaca dengan ibunya.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Anak membaca dengan ibunya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Psikolog dari Klinik Terpadu Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI), Anna Surti Ariani menjelaskan, diskusi antara orang tua dengan anak terkait isu terorisme dan radikalisme dibutuhkan. Diskusi bisa menjadi cara untuk mengetahui apa saja yang dipahami anak sekaligus sarana penanaman nilai yang dianggap benar oleh orang tua dengan tetap menghargai pemikiran anak.

Cara penyampaian orang tua ke anak harus disesuaikan dengan tingkatan usia. Sebab, kemampuan kognitif tiap tingkatan berbeda-beda, bahkan SD kelas kecil pun tidak akan sama dengan yang kelas besar. "Tapi, secara umum, orang tua dapat mendiskusikan dengan anak tentang sikapnya dan keluarga terhadap peristiwa tersebut," tutur Nina, sapaan akrabnya, ketika dihubungi Republika.co.id, Senin (14/5).

Dalam diskusi, orang tua juga bisa menjelaskan tentang apa yang perlu mereka waspadai hingga tindakan apa saja yang bisa dilakukan dalam kondisi seperti itu. Sikap anak kepada orang sekitar juga patut ditanamkan, misalnya apa yang bisa dilakukan kepada teman-temannya dan bagaimana menunjukkan empati kepada korban terorisme.

Nina menambahkan, dalam memberikan penjelasan, orang tua tidak wajib menyebut istilah terorisme atau radikalisme secara gamblang. Mereka bisa menggantinya dengan sebutan orang-orang jahat atau orang-orang yang ingin membuat kita takut.

"Tapi, kalau anaknya memang sudah menyebut kata teroris, misalnya karena tahu dari pergaulan atau dari media, maka bisa kita sebut teroris," ujarnya.

Selain berdiskusi, ada hal lain yang bisa dilakukan anak ketika sudah terpapar isu terorisme. Di antaranya, mengusahakan anak merasa nyaman, misal dengan memenuhi kebutuhan makan dan pelukan.

Orang tua juga harus mengusahakan agar anak tetap mengikuti rutinitas sehari-hari, mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi, sehingga dia merasa ada hal yang bisa dia 'pegang', dan ia merasa lebih aman.

Tidak kalah penting, orang tua juga patut sampaikan kepada anak tentang usaha pemerintah dan kepolisian untuk mengamankan kita. "Misal dengan bilang kalau sekarang para teroris sedang dikejar oleh para polisi, banyak yang sudah tertangkap. Batasi eksposur atau bertemunya anak dengan media terutama yang membahas kejadian," kata Nina.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement