Senin 23 Apr 2018 09:18 WIB

Berkunjung ke Situs Bersejarah dengan Virtual Reality

Setidaknya 26 situs bersejarah di 18 negara sudah tersimpan dalam perangkat.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Winda Destiana Putri
Ilustrasi penggunaan kacamata Virtual Reality.
Foto: Widodo S. Jusuf/ANTARA
Ilustrasi penggunaan kacamata Virtual Reality.

REPUBLIKA.CO.ID, CALIFORNIA -- Berkunjung ke situs warisan dunia di berbagai dunia tak perlu lagi meninggalkan rumah. Melalui proyek kolaborasi antara Google dan nirlaba berbasis California, Cyark, seseorang dapat menikmati panorama tempat-tempat bersejarah melalui perangkat virtual reality.

Dilansir di NBC, setidaknya 26 situs bersejarah di 18 negara sudah tersimpan dalam perangkat, termasuk Temple Kukulcan yang berusia 1.000 tahun di Meksiko. "Kami sudah mengumpulkan situs-situs tersebut selama 15 tahun. Google mendekati kami untuk membuka arsip kami ke khalayak luas dan kami sudah lama ingin melakukannya," tutur CEO Cyark, John Ristevski.

Seluruh situs didokumentasikan Cyark menggunakan fotografi digital, drone dan teknologi pemindaian laser yang dikenal dengan istilah LIDAR. Seluruh model bangunan dan artefak, peta serta foto 360 derajat dalam resolusi tinggi dapat dilihat langsung di situs web Open Heritage. Mereka yang memiliki headset VR dapat mencobanya untuk tampilan yang nyata.

Cyark berencana menambah sembilan lokasi lagi dalam beberapa bulan mendatang, termasuk Monumen Washington dan medan yang digunakan Perang Dunia I di Flander Fields, Belgia. "Banyak tempat-tempat bersejarah, untuk alasan apapun, tidak terbuka untuk umum," ujar Ristevski.

Meski kini Open Heritage mempermudah orang-orang melihat situs warisan dunia dalam realitas virtual, Cyark memiliki tujuan awal yang berbeda saat pertama berdiri. Pendiri Cyark, Ben Kacyra, menjeaskan, tujuan mereka terdahulu adalah membuat catatan permanen dari lokasi kuno yang terancam oleh peristiwa alam maupun tangan manusia.

Kacyra merupakan seorang insinyur Iran ekspatriat yang kini tinggal di California. Setelah mengetahui kehancuran Budha Bamiyan yang berusia 1.500 tahun pada 2001, ia memutuskan membuat catatan digital tiga dimensi. Tujuannya, menyimpan sejarah tiap situs warisan dunia, berjaga-jaga apabila tempat tersebut rusak maupun dirusak.

Ramalan Kacrya menjadi kenyataan. Tak lama setelah teknisi Cyark memetakan kuil Buddha kuno di Bagan, Myanmar, pada 2016, kuil-kuil rusak parah akibat gempa besar. "Salah satu kuil di Bagan kini tertutup bagi pengunjung, jadi kita tidak bisa masuk lagi ke sana," tutur Ristevski.

Rekaman digital terperinci milik Cyark sekarang digunakan dalam pekerjaan rekonstruksi di Bagan. Versi realitas virtual dari situs bersejarah ini bisa dilihat melalui situs Opern Heritage untuk menyaksikan hal-hal yang wisatawan umum tidak bisa lihat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement