Sabtu 21 Apr 2018 17:32 WIB

90 Persen Penderita Kanker Paru Punya Riwayat Rokok

Rata-rata perokok tembakau ini terdeteksi menderita ketika memasuki stadium akhir.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Ratna Puspita
Sebanyak 1000 perempuan Indonesia dari berbagai kelompok dan organisasi bergabung di Kota Tua, Jakarta, untuk mendeklarasikan diri mendukung gerakan #RokokHarusMahal, Sabtu (21/4). 
Foto: dok. Komnas Pengendalian Tembakau
Sebanyak 1000 perempuan Indonesia dari berbagai kelompok dan organisasi bergabung di Kota Tua, Jakarta, untuk mendeklarasikan diri mendukung gerakan #RokokHarusMahal, Sabtu (21/4). 

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perhimpunan Onkologi Indonesia (POI) mencatat 90 persen orang yang menderita kanker paru punya riwayat merokok. Anggota Perhimpunan Onkologi Indonesia (POI) Feni Fitriani Taufik mengatakan, persentase tersebut berdasarkan data pasien kanker yang ditanganinya. 

“Ia merokok menggunakan rokok tembakau," katanya saat diskusi media bertema ‘Bagaimana mengatasi darurat asap rokok di Indonesia? Apa benar produk tembakau alternatif lebih rendah risiko’ di Jakarta, Jumat (20/4).

Ia menyebutkan penderita kanker ini beragam, laki-laki, perempuan, hingga anak-anak usia dini. "Ternyata anak-anak usia dini penderita kanker paru ini menjadi perokok pasif. Sehingga dia menderita kanker di usia muda," ujarnya.

Feni menyebutkan, rata-rata perokok tembakau ini terdeteksi menderita penyakit mematikan itu ketika sudah memasuki stadium akhir, yaitu stadium 4. Dengan demikian, dia mengatakan, angka harapan hidup hanya 50 persen. 

Kalaupun tidak menyerang paru, Feni menjelaskan, rokok menyerang organ yang terkait pernapasan seperti laring dan faring. Sebab, ia menjelaskan, dalam sebatang rokok terdapat sedikitnya 4.000 racun karsinogenik.

Racun tersebut termasuk tar. Tar merupakan hasil dari pembakaran yang berisi bahan-bahan karsinogenik. Ia menambahkan jika ada sekelompok DNA yang tidak mampu diperbaiki oleh tubuh manusia maka itulah yang berkembang menjadi sel kanker. 

Ia  pun mengimbau para perokok aktif segera berhenti merokok supaya tidak menderita penyakit yang bisa membunuh ini. Yang pertama dibutuhkan adalah motivasi berhenti merokok. 

"Memang tidak mudah tetapi bukan berarti tidak mungkin," katanya. Jika perokok ini membutuhkan bantuan untuk membantu berhenti, ia bisa berkonsultasi ke dokter atau ke pusat kesehatan masyarakat (puskesmas).

Ketika disinggung apakah rokok elektrik memiliki efek kesehatan yang sama dengan rokok tembakau, ia mengaku belum pernah menangani kasusnya. Kendati demikian, dia menilai, ini karena booming rokok elektrik baru muncul 10 tahun terakhir. 

Sementara, dia menambahkan, periode seseorang menderita kanker paru membutuhkan jangka panjang. Karena itu, dia belum bisa menjawab risiko menggunakan rokok elektrik karena masih baru muncul. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement