Sabtu 03 Mar 2018 13:01 WIB

Kopi Kotawaringin Barat tak Lepas dari Peran Transmigran

Transmigran dari Pulau Jawa membawa bibit kopi ini pada 1977

Biji kopi Liberica yang akan diolah di Desa Wisata Kopi di Desa Kumpai Batu Atas, Kecamatan Arut Selatan, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Keberdaan desa wisata ini menambah daya tarik wisata di Kalimantan Tengah, selain Tanjung Puting yang sudah dikenal luas.
Foto: ist/Sendy Aditya
Biji kopi Liberica yang akan diolah di Desa Wisata Kopi di Desa Kumpai Batu Atas, Kecamatan Arut Selatan, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Keberdaan desa wisata ini menambah daya tarik wisata di Kalimantan Tengah, selain Tanjung Puting yang sudah dikenal luas.

REPUBLIKA.CO.ID, KOTAWARINGIN BARAT -- Desa Kumpai Batu Atas merupakan salah satu destinasi wisata yang tengah berkembang di Pangkalan Bun, Kotawaringin Barat. Kopi Liberica Organik yang ditanam warga menjadi daya tarik bagi wisatawan.

Tidak hanya rasanya yang khas, tapi juga melihat langsung pohon kopi yang tersebar di berbagai pekarangan rumah warga menjadi pengalaman berwisata sendiri.

Kepala Desa Kumpai Batu Atas, Sarianto, menjelaskan, pengembangan wisata kopi Liberica di desa ini belum lama dimulai. Tepatnya pada akhir 2017 lalu.

Awalnya, jelas Sarianto, pohon kopi di desa ini tersebar sangat luas. Adalah para transmigran dari Pulau Jawa yang membawa bibit kopi ini pada tahun 1977.

"Karena memang orang tua kami dulu suka ngopi, dan mereka bawa dan tanam sendiri kopi disini," ujar Sarianto.

photo
Seorang warga di Desa Wisata Kopi, Desa Kumpai Batu Atas tengah melakukan proses pengolahan kopi di rumahnya secara tradisional

Semakin banyaknya jumlah transmigran, semakin banyak pula pohon kopi yang tumbuh. Jumlahnya mencapai ribuan.

Namun karena penggemar kopi yang tidak terlampau besar, dan nilai komoditasnya yang kalah dengan sawit, membuat pohon kopi mulai tersisihkan. Pohon kopi banyak ditebang dan diganti dengan tanaman lain.

"Kurang lebih sekitar lima tahun lalu. Penyebabnya karena nilai jual kopi yang rendah dan pasarnya tidak ada," ujar Sarianto.

Masyarakat pun lebih banyak beraktifitas di kebun sawit dan menjadi pekerja bangunan. Namun pada pertengahan Januari lalu, melalui sentuhan dan pendampingan dari komunitas lokal, perlahan "kejayaan" kopi Liberica di Desa Kumpai Batu Atas mulai kembali. Pohon kopi yang tersisa diinventarisir dan kemudian dimaksimalkan .

Masyarakat pun mulai diajak untuk kembali menanam kopi dan diarahkan pengembanganya ke pariwisata.

"Setelah kami kumpulkan ternyata masih ada 801 pohon yang tersebar di 12 titik. Oleh komunitas 'Selanting' didorong menjadi tujuan wisata minum kopi," ujar Sarianto.

Sementara Sutrisno, salah satu pengelola kebun kopi mengatakan, pembinaan dan pendampingan dari komunitas Selanting sangatlah beragam. Mulai dari penanaman dan perawatan pohon serta proses produksi. Selain itu juga bagaimana meningkatkan kemampuan hospitality masyarakat dalam mwnyambut wisatawan.

"Jadi kopi yang dihasilkan juga dapat dimaksimalkan untuk dijual. Dan terbukti kopi dari desa ini mulai banyak diminati. Pemasarannya pun sampai  menembus cafe-cafe lokal bahkan luar provinsi," jelasnya.

Ia pun berharap dengan semakin gencarnya promosi pariwisata yang tengah digalakkan Pemerintan Kabupaten setempat dapat semakin mengenalkan Kopi di Desa Kumpai Batu Atas.

"Kami juga memaksimalkan potensi wisata yang ada di masyarakat. Mulai dari wisata budaya, kuliner khas dan lainnya," ujarnya.

Sehingga wisatawan yang datang ke Pangkalan Bun tidak hanya terkonsentrasi ke Tanjung Puting, tapi juga dapat menikmati potensi yang ada di Kota Pangkalan Bun ini.

photo
Biji kopi yang dihasilkan para warga di Desa Wisata Kopi, Desa Kumpai Batu Atas, Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement