REPUBLIKA.CO.ID, LOMBOK -- Kubah-kubah berukuran besar dengan menara tinggi menjadi pemandangan awal bagi siapapun yang hendak mendarat di pulau ini. Dari ketinggian, begitu tampak kubah dan menara berdampingan dengan gugusan perbukitan yang masih tampak hijau.
Begitu menjejakan kaki dan mulai menyusuri setiap titik di pulau ini, jangan kaget jika berjumpa masjid-masjid dengan ukuran besar dan ornamen yang begitu menyedot perhatian mata.
Lombok namanya. Pulau Seribu Masjid julukannya. Pulau yang berada di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) ini sedang naik daun dalam beberapa tahun terakhir lewat gebrakan pariwisata halal. Citra Lombok sebagai Pulau Seribu Masjid pun ikut menjulang ke seantero negeri, bahkan hingga ke ranah internasional.
Dosen Fakultas Seni Rupa Desain, Institut Teknologi Nasional Bandung Taufan Hidjaz merupakan putra Sasak yang memiliki perhatian mendalam perihal catatan sejarah masjid di Lombok. Meski telah bermukim di Bandung, Jawa Barat sejak 70-an, Taufan tak lantas melupakan tanah kelahirannya. Segudang penelitian hingga pendalaman ke lapangan rutin ia lakukan menguliti perjalanan masjid yang sangat erat dengan karakter masyarakat Lombok.
Taufan menjelaskan, penyebutan Pulau Seribu Masjid ini bermula dari kunjungan kerja Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama Effendi Zarkasih pada 1970. Kala itu, Effendi meresmikan Masjid Jami Cakranegara. Saat meresmikan, Effendi terkesan sekali dengan banyaknya masjid di Lombok.
"Kalau boleh saya beri julukan, (Lombok) negeri atau Pulau Seribu Masjid dan sampai sekarang dikenal itu," ujar Taufan di Islamic Center NTB, Mataram, NTB, Rabu (21/2).
Taufan menyampaikan, masjid merupakan representasi budaya Sasak di Lombok. Dalam catatannya, terdapat 3.767 mesjid besar dan 5.184 mesjid kecil di 518 desa di Lombok. Artinya, setiap desa di Lombok memiliki lebih dari satu masjid.
"Lombok dijuluki Pulau Seribu Mesjid. Julukan ini bermakna di Lombok sangat banyak masjid sehingga menjadi karakter khas yang membedakan dengan daerah lain," lanjut Taufan.
Taufan menyanyikan, masjid merupakan artefak penting yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan kolektif masyarakat di Lombok dalam semua aspek. Kata Taufan, masjid menjadi tanda bagi keberadaan kolektif masyarakat Sasak, dari tingkatan dusun, desa dan kota sebagai ummat muslim.
"Tanpa masjid maka kehidupan kolektif seperti kehilangan pusat orientasi ruang dan tidak semua kegiatan seolah tidak punya rujukan dan makna apapun," ucap Taufan.
Representasi budaya masyarakat Sasak akan masjid sesuai dengan petunjuk Nabi Muhammad SAW. Taufan berharap, masjid menjadi sumber pengembangan aspek-aspek kehidupan syari lain seperti ekonomi, wisata, pendidikan yang mensejahterakan kehidupan kolektif masyarakat Sasak.