Kamis 08 Feb 2018 08:57 WIB

Agar Remaja Putri tak Keranjingan 'Like' di Media Sosial

Remaja cenderung merasa cemas, mudah tersinggung, dan tak bahagia.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Yudha Manggala P Putra
Ilustrasi like atau love di media sosial.
Foto: Meetingnet
Ilustrasi like atau love di media sosial.

REPUBLIKA.CO.ID,  LONDON -- Kecanduan atau adiksi tidak hanya membuat seseorang mengalami ketergantungan pada narkoba dan zat-zat terlarang. Pada era zaman now seperti sekarang, pengguna teknologi bisa kecanduan mendapatkan 'like' di media sosial.

Hal tersebut dikemukakan terapis Inggris Mandy Saligari yang kerap menangani kasus kecanduan di Klinik Harley Street, London. Ia mengungkap bahwa dampak teknologi itu tak hanya memengaruhi orang dewasa, tapi juga para remaja.

"Keinginan besar mendapatkan 'like' pada postingan internet dan kebutuhan kompulsif untuk terus berhubungan dengan teman di media sosial membuat remaja cenderung merasa cemas, mudah tersinggung, dan tidak bahagia," ungkap Saligari.

Menurut Saligari, obsesi demikian lebih banyak dimiliki para remaja putri. Mereka sering menggunakan media sosial berbagi foto Instagram untuk mempublikasikan swafoto dan foto aktivitas sehari-hari demi mendapatkan semacam pengakuan.

Menggantungkan rasa percaya diri pada hal yang membuka penilaian dan kritik terbuka oleh kelompok sebaya seperti itu disebutnya cukup rawan. Jika foto diejek atau tidak disukai, si remaja akan merasa harga dirinya tercabik-cabik.

Orang tua, khususnya ibu, disebut Saligari berperan penting untuk mencegah hal itu terjadi. Ibu harus memberi pengertian kepada remaja putri tentang fungsi internet, juga membangun rasa percaya diri anak dengan membantunya menemukan potensi diri.

Ia menyayangkan orang tua yang memberikan ponsel pintar kepada anak hanya supaya mereka tenang bermain gim. Saligari mengingatkan, usia paling belia anak memiliki ponsel sendiri adalah 11 tahun dan sebaiknya baru mengakses media sosial pada 13 tahun.

"Interaksi berlebihan dengan layar akan membuat anak kesulitan melakukan interaksi di dunia nyata dan kehilangan empati. Kita tidak bisa mengabaikan teknologi, tetapi orang tua harus memastikan anak memiliki percakapan yang sebenarnya," tuturnya, dikutip dari Daily Mail.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement