Senin 29 Jan 2018 03:50 WIB

Melihat Matahari Terbenam di Mangrove Center Tanjung Batu

Mangrove Center ini juga ramah bagi difabel.

Ilustrasi.
Foto: Republika/Muhammad Nursyamsyi
Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID,  TANJUNG BATU -- Setelah lama hanya menjadi tempat singgah sesaat bagi wisatawan yang menuju atau kembali dari Kepulauan Derawan, Kampung Tanjung Batu di Berau, Kalimantan Timur, mulai dikembangkan sebagai objek wisata. Salah satu yang menjadi daya tarik di kawasan ini adalah hutan mangrove.

"Kami punya hutan mangrove yang luar biasa, yang berpotensi tidak hanya jadi objek wisata, tapi juga tempat belajar, penelitian, selain juga menjalankan fungsi utamanya sebagai pemberi manfaat ekologis," kata Kepala Kampung Tanjung Batu Jorjis.

Hutan mangrove atau bakau itu ada di pesisir timur ibu kota Kecamatan Pulau Derawan tersebut dan membentang dari utara ke selatan. Dari ratusan hektare hutan mangrove, dipilih 3,96 hektare untuk dikelola sebagai tempat wisata.

Di kawasan pilihan itu tersedia atraksi alam berupa pohon-pohon bakau berusia ratusan tahun, sejumlah jenis satwa, hingga pemandangan alam. "Kalau cuaca cerah, kita bisa menyaksikan matahari terbenam yang indah sekali dari sini," kata Jorjis.

Sebagai fasilitas wisata, di kawasan itu dibangun jembatan mengelilingi hutan. Termasuk juga satu menara pandang dan dua gazebo tempat berteduh. "Nah, Mangrove Center Tanjung Batu ini juga ramah bagi difabel," lajut Jorjis.

Jembatan sepanjang 2 km sekeliling kawasan mangrove itu sengaja dibuat lebih lebar dari biasanya yang ada di tempat wisata mangrove lainnya. Pada jembatan itu juga dipasangi pagar pengamanan. Kayu-kayu lantainya dipilihkan dan dipasang yang rata sehingga lancar bagi kendaraan beroda.

Dengan lebar hampir 2 meter, jembatan itu memungkinkan untuk 2 kursi roda berpapasan. Di gerbang sebagai awal jembatan dan masuk kawasan tidak digunakan undakan, tapi didesain sebagai tanjakan. "Jadi saudara kita yang pakai kursi roda bahkan bisa naik sendiri tanpa bantuan," kata Jorjis.

Pembangunan jembatan itu menggunakan Alokasi Dana Kampung (ADK) dan bantuan dari lembaga swadaya masyarakat Konsorsium Java Learning Community (Javlec). "Jembatan ini belum selesai sepenuhnya, tapi warga sudah bisa memanfaatkannya sebagai arena 'jogging track' dan bersantai sore hari melihat matahari terbenam," kata Ecotourism Output Leader Javlec Guruh Susanto.

Untuk melihat matahari terbenam itu juga dibuatkan bagian yang agak menjorok ke laut dan sebuah menara setinggi sepuluh meter.  "Kalau mau sepertinya bisa kemping di sini," kata Leonard, pelancong dari Jakarta yang berkunjung ke Tanjung Batu sepulang dari berwisata ke Pulau Maratua. Lebar jembatan itu memang cukup menampung hamparan lebar tenda.

Bila bermalam dalam acara kemping itu, tidak hanya matahari terbenam yang bisa disaksikan, tapi juga keindahan bintang-bintang, dan matahari terbit keesokan harinya. "Cuma mungkin nyamuknya banyak kali ya," kata Leonard sambil tertawa.

Guruh Susanto juga menjelaskan, bahwa pengembangan wisata mangrove di Tanjung Batu itu memiliki banyak sisi. Bagi masyarakat untuk mendapat nilai tambah dari wisata bahari yang sudah cukup terkenal di Kepulauan Derawan yang meliputi Pulau Derawan, Pulau Maratua, Pulau Kakaban, dan Pulau Sangalaki.

Pulau-pulau itu, berdasarkan data Dinas Pariwisata Kabupaten Berau, dikunjungi hingga 133.000 wisatawan sepanjang tahun, yakni 11.000 di antaranya wisatawan mancanegara.

Menurut Susanto, setidaknya Tanjung Batu bisa mengharapkan limpahan turis yang ingin atau sudah mengunjungi pulau-pulau tersebut, dan tidak hanya jadi tempat singgah tanpa kenangan. "Kan selama ini Tanjung Batu hanya tempat singgah untuk melanjutkan perjalanan dengan speedboat ke Derawan atau ke pulau-pulau lain, atau kembali dari pulau-pulau itu. Nah sekarang mungkin bisa singgah lebih lama atau bahkan bermalam," kata Guruh.

Wisatawan biasanya menyelam di perairan sekeliling Pulau Derawan atau Pulau Maratua, melihat ubur-ubur tanpa sengat di Kakaban, berenang bersama pari manta dan melihat penyu bertelur di Sangalaki. Di Tanjung Batu mereka bisa melihat berbagai jenis pohon bakau berusia ratusan tahun dan mendapatkan suasana matahari terbenam. "View-nya instagrammable," kata Ika, teman seperjalanan Leonard.

Di sisi lain, dengan dibangunnya Mangrove Center itu, Konsorsium Javlec dan Pemerintah setempat berharap kawasan itu bisa terpelihara dan terus memberikan jasa lingkungan.

Seperti diketahui, kawasan mangrove di pesisir adalah tempat bagi sejumlah spesies ikan dan biota laut lainnya untuk berkembang biak dan memberikan keseimbangan alam.

Menurut catatan Javlec, di Mangrove Center itu ada 42 jenis pohon mangrove. Pohon-pohon itu terlihat asri berbaris bersusun berlapis-lapis sesuai ekosistem yang tersedia. Di bagian yang tenang ada bakau atau Rhizopora mucronata dan Rhizopora apiculata, di bagian yang terlewati arus ada Sonneratia alba, hingga rumpun-rumpun nipah (Nypa fruticans).

"Mangrove juga penahan angin kencang dari laut, menahan rembesan air laut ke daratan, dan mencegah erosi," kata Guruh.

Secara keseluruhan pada Februari mendatang sudah selesai seluruh jembatan yang direncanakan dan bangunan gedung Pusat Informasi Mangrove (PIM) yang didirikan tidak jauh dari gerbang masuk jembatan-jogging track tadi.

"Pemeliharaan dan pengelolaannya akan dikerjakan masyarakat melalui Badan Usaha Milik Kampung," kata Kepala Kampung Jorjis semringah.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement