REPUBLIKA.CO.ID, Tidak hanya orang yang jarang bepergian, bahkan orang yang sering bepergian masih tetap mengalami jet lag. Tentunya jet lag ini mengganggu jadwal yang telah menanti berikutnya.
Rencana perjalanan terganggu dengan ada rasa kelelahan dan kesulitan tidur di tempat tersebut. Butuh waktu tiga atau empat hari agar bisa beradaptasi dengan tempat baru.
Biasanya para pelancong akan tidur lebih nyaman saat bepergian jauh, namun ternyata hal tersebut hanya membuat mereka tetap terjaga di kereta dan menghabiskan waktu di pesawat dengan merasa berputar-putar. Sebagian orang lainnya merasa tergoda untuk tidur di pesawat, padahal hal ini dapat lebih berbahaya daripada terjaga.
Fisioterapis, Ann Fong menuturkan bahwa ada cara mudah agar bisa turun dari pesawat tanpa merasakan jet lag. Dia menuturkan, dengan mempertahankan postur tubuh saat terbang dapat mengurangi efek jet lag.
Dia menjelaskan, dengan memiringkan sedikit kursi dapat mengurangi tekanan dari tulang belakang dan membantu pengendalian cairan. "Mempertahankan posisi netra di dekat tulang belakang membantu otot, pembuluh darah, organ dan syaraf berisitirahat sedekat mungkin dengan sejajar. Dengan hanya menggunakan bantal kecil untuk menopang tulang belakang," lanjutnya.
Terlepas dari keamanan saat penerbangan, ternyata ada faktor lain yang memengaruhi orang selama penerbangan. Salah satunya adalah risiko berkurangnya aliran darah akibat kurang gerak dan duduk dalam kondisi sempit.
Hal ini yang menyebabkan kondisi deep vein thrombosis (DVT) atau gumpalan darah yang terjadi karena pembekuan darah terbentuk jauh. Kondisi ini paling sering ditemukan di kaki. Aliran darah yang terhalang ke paru-paru, jantung, atau otak dapat menyebabkan keseluruhan masalah kesehatan, termasuk serangan jantung atau strok.
Ginni Mansberg mengatakan, penelitian telah menunjukkan bahwa penerbangan jarak jauh dapat menjadi masalah besar bagi mereka yang berisiko. Dia menuturkan, setiap terbang lebih dari 10 jam, risiko akan meningkat sebanyak 10 persen. "Semakin lama Anda dalam penerbangan, semakin tinggi risikonya, tertuama jika Anda duduk lama dengan kaki dalam satu posisi," paparnya seperti dilansir dari laman Daily Mail.
Meskipun DVT dapat menyerang secara mendadak, terdapat beberapa kategori risiko di dalamnya. Mansberg mengatakan, orang yang pernah menjalani operasi besar harus berhati-hati karena pembekuan bisa terjadi. Faktor lainnya yang dapat berkontribusi dalam pembekuan darah pasca operasi adalah dehidrasi dan imobilitas.
"Kelompok tertinggi berikutnya adalah wanita hamil, ibu yang baru enam minggu melahirkan dan mereka yang menderita kanker," lanjutnya. Kelompok lainnya adalah orang-orang yang menderita obesitas, pelancong berumur dan perokok.
Mansberg menyarankan, orang harus terhidrasi dengan baik, gerakkan kiki selama di perjalanan dan tidak merokok. Dia juga menambahkan, ada obat tertentu yang tersedia untuk mencegah DVT. Sebaliknya, Profesor Nial Wheate menuturkan, ada sejumlah obat yang harus digunakan dengan hati-hati saat penerbangan.
Beberapa merek alat kontrasepsi diketahui dapat menyebabkan penggumpalan darah. Dia juga mengatakan, terapi penggantian hormon dan beberapa obat kesuburan dapat meningkatkan risiko penggumpalan darah.