REPUBLIKA.CO.ID, TANJUNG SELOR -- Bunda Baca Provinsi Kalimantan Utara, Ir Hj Rita Ratina Irianto Lambrie MP menghadiahkan 800 buku Kurikulum untuk Kehidupan kepada 800 guru SD dan SMP Tarakan dan Tanjung Selor, Kalimantan Utara (Kaltara), Jumat, 2/1/18.
Hadiah buku tersebut merupakan tindak lanjut dari kegiatan Semiloka Literasi yang dilaksanakan pada tanggal 28 Desember 2017 yang lalu di Auditorium SMPN 1 Tarakan, Kalimantan Utara.
Semiloka tersebut mengangkat tema "Gerakan Literasi Sekolah: Menghadirkan Kreatifitas Guru di Ruang Kelas Menuju Pembelajaran Bermakna”. Dihadiri oleh 500 peserta terdiri dari Guru, kepala Sekolah, Pengawas se-kota Tarakan.
Nara sumber semiloka tersebut Zulfikri Anas (penulis buku Kurikulum untuk Kehidupan) dan Dewi Utama Faizah dari Kemdikbud.
Sebagai Bunda Baca, Hj Rita Ratina mengajak para guru dan siswa agar lebih mengembangkan dan mempraktekkan gerakan literasi, terutama untuk pelajar Sekolah Dasar (SD) karena dapat meningkatkan kemampuan literasi awal hingga menjadi penentu prestasinya. “Kebanyakan dari kita hanya fokus pada nilai. Padahal proses untuk mendapatkan nilai itu yang harusnya menjadi perhatian kita,” kata Hj Rita.
Dalam konteks gerakan literasi di sekolah, lanjut Hj Rita, dapat dimaknai sebagai kemampuan dalam mengakses, memahami, serta menggunakan informasi secara cerdas dan baik.
Untuk itu, gerakan ini dirasa penting untuk dapat disebarkan baik untuk guru, siswa maupun untuk orang tua siswa. “Hal ini sejalan dengan pesan Gubernur Kaltara Dr H Irianto Lambrie yang menyatakan bahwa dengan membaca juga akan mengetahui perkembangan dunia dan segala bidang kehidupan saat ini, tanpa harus keluar dari daerah sendiri,” tutur Rita.
Menurut Dewi Utama Faizah, buku Kurikulum untuk Kehidupan yang diterbitkan oleh Penerbit Almawardi Prima Jakarta, ini perlu dibaca dan dipahami oleh guru. Hal itu karena buku ini mengupas tentang bagaimana kurikulum membuat pembelajaran menjadi bermakna.
Antara kehidupan dan pembelajaran merupakan satu kesatuan yang utuh. Apa yang dipelajari di kelas, tidak dapat dilepaskan dari konteks kehidupan, alam, dan kearifan lokal. Menghadirkan berbagai fenomena kehidupan nyata dalam pembelajaran akan mempermudah anak untuk memaknai apa yang ia pelajari. “Dengan demikian mereka akan semakin merasakan bahwa belajar itu penting,” tuturnya.
Kurikulum selama ini selalu dipandang sebagai pembelenggu dan merepotkan guru. “Namun melalui penyajian yang lugas, populer dan bahasa yang mudah dipahami oleh semua pihak, kita menjadi paham bahwa kurikulum sebenarnya merupakan jalan yang memudahkan guru dan siswa dalam menguasai kompetensi,” kata Zulfikri Anas.
Melalui buku tersebut tergambar bahwa kurikulum menjadi alat pemersatu pembelajaran yang tadinya terpisah. Pelajaran IPA, IPS, PPKn, Agama, Bahasa, Seni Budaya, PJOK saling berhubungan.
“Misalnya melalui pembelajaran IPA siswa menjadi paham ternyata keberagaman potensi alam yang ada di sekitar kita mampu mengangkat perekonomian dan kesejahteraan (IPS) dan mengapa kita perlu memperlakukan lingkungan dengan baik (PPKn),” tuturnya.
Ia menambahkan, "Ketika kita mengolah sumber daya alam dengan baik dan sesuai prosedur, maka tindakan itu pertanda bahwa kita manusia yang pandai bersyukur (agama), dan seterunya. Bila kita menyadari dan memahami akan keunggulan potensi kita, lalu kita bisa mengolah dan memanfaatkannya dengan baik, maka kita tidak akan kesulitan untuk bersaing di dunia internasional karena keunikan potensi yang kita miliki menjadi penguat daya saing kita."