REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Centre For Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes mengatakan, generasi milenial berusia 17 hingga 29 tahun cenderung diasosiasikan dengan akses informasi internet. Padahal akses informasi pada rentang usia ini tidak hanya melalui internet.
Arya memberikan contoh, usia 17 hingga 29 tahun yang hidup di desa dengan dominasi sumber informasi berasal dari televisi akan sangat berbeda dengan akses infomasi yang diterima warga kota usia 17 hingga 29 tahun yang memperoleh infomasi dari Internet.
Menurut survei CSIS sekitar 9,5 persen di antaranya masih mendengarkan informasi menggunakan radio, kemudian televisi masih menjadi primadona yakni 79,3 persen. Sedangkan hanya 6,3 persen responden yang mengaku mengakses informasi dari surat kabar.
Yang dominan, sebanyak 54,3 persen responden usia generasi milenial didapati mengakses informasi dari Internet. Hal tersebut mengungguli persentasi perolehan informasi dari televisi.
Pengamat Media, Pangeran Siahan menilai, persentase dari akses internet dan menonton televisi tersebut menunjukan ada juga generasi usia milenial yang terlepas dari akses internet, yang kemungkinan penyebabnya adalah letak geografis yang tidak memungkinkan akses internet cepat seperti di perkotaan.
"Coba kita tanyakan generasi milenial di Jakarta, apa mereka menonton TV?" kata dia saat acara rilis hasil survei CSIS di Auditorium CSIS Tanah Abang, Jakarta Pusat, Jumat (3/11).
Oleh karena itu, lanjut Siahaan, pengaruh televisi masih sangat besar ketimbang internet jika dilihat secara keseluruhan Indonesia. Menurut dia, angka 79,3 persen tidak mungkin diperoleh dari Jakarta atau kota besar lainnya, melainkan dari daerah Indonesia yang internet masih menjadi barang mahal.
Survei CSIS melibatkan 600 responden dari kalangan usia 17 hingga 29 tahun dengan margin error sampai empat persen. Metode menggunakan wawancara tatap muka dan dilakukan di 34 provinsi di Indonesia.