REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Iklan menjadi sarana yang paling ampuh untuk memasarkan sebuah produk. Tapi terkadang apa yang ditampilkan iklan sebenarnya tidak sepenuhnya dibutuhkan.
Dari sisi psikologis, psikolog Erfiane Cicillia dari Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia, menjelaskan iklan itu memang bisa mempengaruhi perilaku manusia. Iklan yang ditonton oleh indera dengan mendengar, melihat, merasakan, mengecap bahkan membau semuanya diproses di otak.
“Iklan bisa sampai menghipnotis seseorang untuk membeli apa yang ditawarkan. Itu kenapa iklan dalam televisi khususnya, berdurasi cepat atau sambil lewat untuk mempengaruhi alam bawah sadar,” ungkapnya.
Belakangan, iklan susu kental manis menjadi sorotan. Sebab YLKI menilai terdapat iklan susu kental manis yang mengelabui publik karena menyebut produknya bergizi lengkap bagi anak.
Erfiane menyayangkan iklan yang tidak memberi informasi yang utuh. “Namun sayangnya di Indonesia sendiri masih menganggap bahwa, susu kental manis adalah termasuk susu yang menyehatkan. Padalah susu kental manis sendiri mengandung banyak gula dibandingkan dengan susu sapi,” katanya.
Orang tua zaman sekarang, lanjutnya, cenderung menginginkan semuanya serba cepat. Selain itu diperkuat dengan iklan, seolah apa yang dilakukan itu benar dan sah-sah saja untuk diteruskan.
“Bukan pada tujuan pemberian susu untuk menutrisi tapi keringkasan cara pakai yang biasanya ibu lakukan untuk memberi asupan pada anak,” katanya.
Iklan yang ditampilkan di televisi terutama soal susu kental manis membuat para anak juga tergiur untuk menikmatinya. Namun jika anak sudah mulai kecanduan dengan susu kental manis akibat pengaruh iklan, orang tua bisa dengan tidak menyediakan apa yang diinginkan sang anak.
Kemudian, bisa dikurangi takaran penggunakaanya jika anak dirasa sulit untuk terlepas dari susu kental manis atau makan makanan yang manis. Dan yang terpenting adalah dukungan lingkungan keluarga untuk mengendalikan kebiasaan anak makan manis.
Erfiane Cicillia juga menilai seharusnya iklan yang ditampilkan tidak terlalu berlebihan. Harus ada peraturan yang mengatur terkait jam-jam tayang iklan yang membedakan iklan untuk anak ataupun orang dewasa.
Kemudian juga penjelasan penggunaan produk harus dicantumkan dalam iklan.
“Misalnya ketika anak kita menginginkan produk untuk orang dewasa, di iklan tersebut harus dituliskan bahwa iklan ini untuk orang dewasa agar memudahkan orang tua memberikan pengertian pada anak bahwa apa yang mereka ingin sebenarnya baik atau tidak untuknya,” ujarnya.