REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Garut di Jawa Barat kini menjadi salah satu destinasi wisata yang terus berkembang, khususnya bagi para wisatawan Muslim (Muslim traveller). Selain kerja keras Pemda Kabupaten Garut dalam mempromosikan Garut sebagai salah satu destinasi yang menarik bagi wisatawan Muslim, berkembangnya wisata Garut juga tak lepas dari kiprah stakeholder wisata lainnya.
Salah satunya adalah Kiki Gumelar. Ia seorang pengusaha muda, putra daerah Garut, yang berhasil membangun daerahnya dengan kombinasi cerdas, antara menjual produk coklat Chocodot-nya dengan bisnis wisatanya. Berkat Chocodot, Garut tidak hanya dikenal sebagai penghasil dodol, melainkan juga penghasil coklat terbesar di Indonesia.
Dalam rangka mendorong kemajuan industri pariwisata Garut, Chocodot menggandeng Indonesian Islamic Travel Communication Forum (IITCF). MoU antara Chocodot dan IITCF ditandatangani oleh Kiki Gumelar dan Chairman IITCF Priyadi Abadi dalam rangkaian acara pembukaan Museum Chocodot (Chocodot World) di Garut, Ahad (17/9).
MoU antara Chocodot dan IITCF dalam rangka peningkatan kunjungan wisatawan ke Garut. Hal itu juga bersamaan dengan kegiatan IITCF yang menggelar pelatihan wisata (edutrip) ke Garut dengan label “Magical Chocodot Experience”, 16-17 September 2017. Kegiatan yang diikuti 23 pelaku wisata Muslim itu disponsori oleh Chocodot.
Priyadi menjelaskan maksud dan tujuan MoU antara Chocodot dan IITCF. Pertama, pariwsisata tidak bisa berdiri sendiri. Pariwisata itu ditunjang oleh berbagai stakeholder. Baik travel, transport, akomodasi juga kuliner wilayah tersebut. “IITCF sangat mendukung Chocodot yang artinya pariwisata Garut juga ditunjang oleh makanan khas wilayah setempat, yakni coklat dodol Garut yang bernama Chocodot,” kata Priyadi Abadi, Ahad (17/9).
Kedua, Garut mempunyai potensi alam yang sangat bagus. Namun memang perlu dikelola atau dibenahi secara lebih professional, seperti sarana dan prasarana. “Keindahan alam atau potensi pariwisata Garut sangat besar bila dikembangkan secara profesional. Garut dikenal sebagai Swiss van Java atau Swiss-nya Pulau Jawa. Dan Chocodot dengan packaging yang profesional dengan varian yang begitu banyak, insya Allah ini juga akan mendorong pertumbuhan wisatawan domestik maupun asing yang berkunjung ke wilayah Garut,” ujarnya.
Ketiga, kenapa IITCF sangat antusias untuk bekerja sama dengan Chocodot, karena IITCF melihat Kiki Gumelar ini seorang pemuda putra daerah yang sangat inspiratif. Ia banyak sekali menerima penghargaan seperti Upakarti dan sebagainya. Lalu dalam usia yang relatif masih muda sudah sukses di bidangnya.
“Ini menjadi inspirasi bagi sahababat-sahabat IITCF untuk berkarya dan tak kenal putus asa, meskipun jatuh bangun dalam menggapai cita-citanya. Ini sungguh inspirasi yang buat saya pribadi juga cukup salut kepada beliau, mulai dari nol besar. Seperti yang beliau sampaikan kepada kita, bahwa beliau juga memulainya dari nol besar,” tuturnya.
Priyadi menambahkan, “Bisa kita lihat dari inovasi-inovasi yang ia lakukan, seperti kemasan. Begitu banyak varian. Begitu variatif. Ini menandakan ia seorang yang berjiwa inovatif. Kalau kita bandingkan dengan coklat Belgia atau coklat Swiss, mungkin variasi coklat yang dipunyai Chocodot jauh lebih banyak. Perlu diingat, Chocodot pun pernah mendapatkan penghargaan dalam Milan Expo dua tahun lalu. Dan itu suatu prestasi yang cukup membanggakan."
Pemilik Chocodot Kiki Gumelar sangat senang menjalin kerja sama dengan IITCF, termasuk dalam edutrip ke Garut. “Saya mengucapkan terima kasih kepada ITCF atas kunjungannya dalam acara Magical Chocodot Experience dua hari satu malam di Kabupaten Garut. Berjalan-jalan mengelilingi kota Garut, berwisata, dan juga mengecap manisnya Chocodot. Saya sangat bersyukur Pak Priyadi dan rekan-rekan bisa hadir di Garut. Semoga kerja sama ini ke depannya berjalan lancar dan terus bisa menjual wisawat Garut kepda wisatawan domestik maupun internasional,” kata Kiki Gumelar.
Ia berharap kerja sama antara Chocodot dan IITCF dapat terus berlanjut pada masa-masa mendatang. “Harapan saya kepada IITCF di masa depan terus berkembang besar, banyak berkah untuk sesama umat dan bisa menginspirasi banyak tour and travel di Indonesia bahkan dunia,” ujar Kiki.
Priyadi menjelaskan, edutrip ke Garut mencakup berbagai obyek wisata, kuliner maupun pusat oleh-oleh. Termasuk di dalamnya Situ Cangkuang yang di dalamnya terdapat makam Arif Muhammad, Candi Cangkuang, dan Kampung Pulo yang hanya terdiri dari tujuh rumah untuk tujuh kepala keluarga. Tempat lainnya adalah Talaga Bodas, pusat kerajinan kulit Sukareregang dan batik Garutan. Acara puncak adalah pembukaan Museum Chocodot World dan penandatangan MoU antara IITCF dan Chocodot.
Garut merupakan edutrip domestic (inbound) pertama yang digelar oleh IITCF. Dalam dua setengah tahun terakhir, IITCF telah beberapa kali IITCF mengadakan edutrip ke manca negara (outbound), seperti Eropa Barat, Taiwan, Turki, Thailand dan Korea Selatan.
Priyadi menegaskan, IITCF berkomitmen untuk mendukung pengembangan pariwisata Nusantara (inbound), antara lain dengan memperbanyak edutrip domestik untuk para pelaku wisata Muslim. “Selain ke Garut, IITCF sudah menjadwalkan edutrip sejumlah destinasi wisata Nusantara lainnya. Kami akan menggelar edutrip ke Purwokerto pada Oktober 2017 dan Raja Ampat pada Desember 2017,” tutur Priyadi Abadi.