REPUBLIKA.CO.ID, SOLOK SELATAN - Sumatra Barat menawarkan berbagai destinasi wisata budaya yang sayang untuk dilewatkan. Salah satunya, Kabupaten Solok Selatan dengan "Nagari 1.000 Rumah Gadang". Julukan yang disematkan langsung oleh putri Bung Hatta, Meutia Hatta, ini kemudian melekat bagi siapapun yang terkesan dengan keindahan deretan bangunan-bangunan khas Minangkabau, rumah gadang.
Butuh waktu perjalanan sekitar 4 hingga 5 jam dari ibu kota provinsi, Padang, untuk menempuh jarak 170 kilometer menuju Muaro Labuah, Solok Selatan. Dengan kontur muka bumi yang berbukit, kondisi jalan yang belum sepenuhnya mulus, dan kabut yang kerap menyelimuti perjalanan, mendesak pengemudi untuk memastikan kondisi fisiknya prima. Namun percaya lah, segala bentuk lelah perjalanan akan terobati begitu kendaraan melaju masuk area Nagari 1.00 Rumah Gadang.
Deretan rumah gadang yang usianya rata-rata sekitar 100 tahun dan keramahan warga yang mendiaminya membuat mata para pelancong langsung melek lagi setelah perjalanan panjang. Jumlah rumah gadang yang berada di nagari ini sebetulnya tak sampai pula seribu buah, namun untuk menarik minat wisatawan maka diberi sebutan itu.
Catatan Dinas Pariwisata, terdapat 183 rumah gadang yang tersisa dan diupayakan kelestariannya. Nah, sejumlah keunikan bisa wisatawan di Nagari 1.000 rumah gadang. Apa saja? Republika mencoba merangkum beberapa di antaranya. Tentunya lebih banyak lagi hal menarik bila wisatawan datang langsung ke destinasi wisata unggulan Solok Selatan ini. Berikut daftarnya:
1. Bangunan rumah gadang usianya ratusan tahun.Usia rata-rata rumah gadang di Nagari 1.000 Rumah Gadang adalah 100 tahun. Bahkan sebagian di antaranya sudah dibangun sejak tahun 1700-an. Salah satu ikon rumah gadang yang kerap dikunjungi adalah Gajah Maram, sebuah rumah khas Minangkabau yang dibangun pada 1794.
Julukan lengkap rumah gadang ini adalah Rumah Gadang Kaum Suku Melayu Buah Anau oleh Datuk Lelo Panjang. Hingga kini rumah gadang ini tidak secara aktif digunakan untuk keperluan sehari-hari. Namun, bangunan tua nan megah ini masih difungsikan ketika ada upacara adat seperti pengangkatan datuk, musyawarah pemangku adat, pernikahan, dan kematian.
2. Bisa menemukan benda-benda pusaka nan 'sakti'.Keluarga yang tinggal di rumah gadang biasanya masih menyimpan benda-benda pusaka yang diberikan secara turun-temurun.
Yarnelly (68 tahun) misalnya, masih menyimpan perlengkapan kamar pengantin, tikar anyam, dan tongkat raja di rumah gadang yang ia tinggali. Nelly sendiri merupakan pensiunan guru dari Jakarta yang memutuskan kembali pulang ke Solok Selatan demi merawat rumah gadang peninggalan orang tuanya. Sebagai informasi, rumah gadang yang didiami Nelly dibangun sejak 1856 silam.
Benda-benda pusaka pun tak luput dari sejumlah kisah mistis. Percaya tak percaya, Nelly menceritakan tongkat raja yang ia simpan bisa menunjukkan masa depan seseorang. Caranya pun unik, cukup dengan mengambil foto tongkat tersebut dengan ponsel, dan hasilnya ditunjukkan kepada Nelly. Nelly kemudian akan mencoba menafsirkan hasil jepretan wisatawan.
Ingin bertemu Nelly? Mudah saja karena ia merupakan koordinator pengelola homestay di Nagari 1.000 Rumah Gadang. Nyaris seluruh warga mengenalnya. Ia juga menerima tamu yang menginap di homestay dengan nomor 01 miliknya.
3. Sering dipakai syuting film. Sajian bangunan-bangunan beratap bagonjong di Nagari 1.000 Rumah Gadang tentu menarik bagi para pegiat fotografi, termasuk film. Tak sedikit judul film yang pernah diambil di kawasan ini. Staf Promosi Dinas Pariwisata Solok Selatan Dewi menyebutkan, film paling terkenal yang sempat diambil gambarnya di sini adalah "Di Bawah Lindungan Ka'bah" karya Hamka yang diramaikan oleh nama-nama populer seperti Laudya Chintya Bella dan Junot.
Daftar di atas baru beberapa hal saja yang bisa ditemukan wisatawan di Nagari 1.000 Rumah Gadang. Tentunya, hal menarik lainnya bisa dirasakan dan disaksikan sendiri oleh pelancong bila datang langsung ke destinasi wisata budaya ini.