REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Budaya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), UNESCO, memasukkan Kapal Pinisi sebagai nominasi warisan budaya dunia. Apabila memenuhi syarat, gelar warisan budaya dunia akan langsung disematkan kepada Pinisi sekitar September dan Oktober di Kantor Pusat UNESCO, Paris, Prancis.
Pinisi sendiri merupakan kapal layar tradisional khas Indonesia yang berasal dari Suku Bugis dan Suku Makassar di Sulawesi Selatan. Asal muasalnya dari Desa Bira, Kecamatan Bonto Bahari, Kabupaten Bulukumba. Inilah satu-satunya kapal dari kayu yang mampu mengarungi lima benua. Vancouver di Kanada, keganasan Samudera Pasifik, Australia, Madagaskar hingga Jepang, semua sudah pernah diterabas Pinisi.
"Untuk mengusulkan nominasi cagar budaya Indonesia itu prosesnya lama. Memakan waktu sekitar dua tahun lebih. Begitu pula untuk tampil di pagelaran di UNESCO. Kita akan bersaing dengan 195 negara," kata Ketua Tim Percepatan Pengembangan Wisata Bahari Kementerian Pariwisata, Indroyono Soesilo, dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Sabtu (12/8).
Menurut Indroyono, Kapal Pinisi selama ini hanya dikenal sebagai kapal dagang saja. Padahal, dengan kekuatannya, kapal legendaris tersebut bisa digunakan untuk pariwisata, misalnya wisata minat khusus seperti menyelam atau memancing. "Karenanya, kapal tersebut bisa juga menjadi tempat makan dan tidur,” kata dia.
Dengan desain khas yang melambangkan budaya Nusantara, terutama Bugis dan Makassar, Indroyono yakin, akan banyak wisatawan dunia tertarik untuk berlayar bersamanya. Pada akhirya, Pinisi akan mampu menarik banyak wisatawan dunia dan menggenjot target wisatawan dunia pada 2019.
Pinisi sudah lama dikenal. Puncaknya ketika melakukan misi pelayaran ke Vancouver, Kanada, pada 1986. "Saya berharap Pinisi Indonesia betul-betul bisa diakui sebagai warisan budaya dunia," ujarnya.
Untuk mendorong percepatan penggunaan Pinisi sebagai kapal wisata umum, mantan Menteri Koordinator Kemaritiman itu mengatakan, pada September mendatang akan dimulai pembangunan pelabuhan khusus untuk
kapal pesiar di Pelabuhan Benoa, Bali.
Diharapkan, pada 2018 pelabuhan tersebut sudah bisa beroperasi. "Jadi, kalau sudah ada marina khusus, semua jenis kapal wisata seperti yacht, cruise, dan Kapal Pinisi untuk wisata bisa berlabuh di sana,” kata Indroyono.
Menteri Pariwisata, Arief Yahya, tersenyum bahagia mendengar kabar ini. Bagaimana tidak, selama ini, Kementerian Pariwisata selalu menggunakan desain Kapal Pinisi dalam pameran-pameran di luar negeri. Bahkan, desain Kapal Pinisi kerap menjadi desain terbaik dan menerima banyak penghargaan. Sepanjang 2016, Indonesia juara 46 kali di 22 negara. Sedangkan pada 2017, mendapat juara 11 kali di enam negara. Rata-rata menggunakan desain booth replika Pinisi. "Semua karena filosofi desainnya, kita lebih kuat. Replika Kapal Pinisi itu sangat Indonesia. Memberi kesan Indonesia, karena punya sejarah panjang berabad-abad lalu," kata Arief.
Selain itu, Kapal Pinisi merujuk pada arah pengembangan destinasi Indonesia yang menuju bahari. Tujuh dari 10 Bali Baru yang dikembangkan Presiden Joko Widodo ini adalah wisata bahari, menaikkan peran maritim di Tanah Air. Dari Tanjung Kelayang Belitung, Tanjung Lesung Banten, Kepulauan Seribu Jakarta, Mandalika Lombok, Labuan Bajo NTT, Wakatobi Sutra, dan Morotai Maltara, semua bahari. Karena itu, konsisten dengan pilihan Pinisi ini dinilainya akan memperkuat kesan Indonesia yang kaya akan potensi bahari.
"Semoga Kapal Pinisi masuk dalam warisan budaya dunia UNESCO. Pinisi memang layak menyandangnya," kata dia.
Sebelum Pinisi, Borobudur, Angklung, Batik, dan Wayang Kulit sudah lebih dulu diakui UNESCO sebagai warisan dunia. UNESCO merupakan organisasi atau badan khusus di bawah naungan PBB yang membidangi pendidikan, keilmuan, dan kebudayaan.