REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) melalui menggelar sosialisasi standarisasi usaha pariwisata halal. Kepala Dinas Pariwisata NTB, Lalu Muhammad Faozal, mengatakan acara ini bertujuan menyatukan pemahaman tentang konsep wisata halal antara industri, pemerintah, dan regulator.
Faozal menyebut, nama NTB terutama Pulau Lombok sudah dikenal dunia sebagai destinasi wisata halal setelah merengkuh berbagai penghargaan destinasi wisata halal terbaik dunia. "Penghargaan wisata halal yang kita terima harus juga dibarengi kesatuan langkah dan pemahaman yang sama untuk lebih baik lagi," ujar Faozal di Hotel Lombok Raya, Mataram, NTB, Senin (31/7).
Pemprov NTB, kata dia, akan terus melakukan sosialisasi kepada para pelaku industri pariwisata di NTB untuk melengkapi usaha dengan sertifikasi halal baik untuk hotel maupun restoran. Faozal tidak menampik jika masih banyak hotel yang bergantung pada sektor pariwisata konvensional seperti industri perhotelan. Namun, Faozal menekankan para industri perhotelan untuk juga menyiapkan pelayanan halal bagi wisatawan Muslim. "Misalnya hotel juga menyediakan kamar yang memberikan pelayanan halal dengan adanya tempat untuk bersuci, dan perlengkapan ibadah," kata dia.
Auditor Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) Majelis Ulama Indonesia (MUI) NTB, Teti Indrawati, mengatakan sosialisasi terkait sertifikasi halal sudah digaungkan. Namun, trennya terus meningkat seiring keberhasilan NTB ditetapkan sebagai destinasi wisata halal terbaik. Teti menyebut, yang dimaksud produk halal tersebut yakni makanan, minuman, obat, kosmetik yang tersusun dari unsur yang halal dan telah melalui proses produksi produk halal yang telah dinyatakan sesuai dengan syariah.
Adanya sertifikasi halal, kata dia, untuk memberikan kenyamanan, keamanan, serta ketersediaan produk halal bagi masyarakat dalam mengonsumsi dan menggunakan suatu produk. "Kenapa penting, karena dalam perkembangan teknologi pangan ada beberapa bahan terlarang yang bisa jadi bahan pangan dan kosmetik. Makanya perlu dicek," kata Teti.
Dia mengatakan tren sertifikasi halal di NTB terus meningkat setiap tahunnya. Pada 2016 tercatat ada 644 usaha yang sudah melengkapi diri dengan sertifikasi halal dengan rincian usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sebanyak 269, rumah makan sebanyak 200, restoran hotel sebanyak 75, dan restoran non hotel sebanyak 100. Angka ini melonjak cukup signifikan dibanding tahun sebelumnya yang hanya 175 sertifikasi dari empat kategori usaha.
Meski begitu, Teti meminta para pelaku industri pariwisata di NTB terus menjaga kualitas usai mendapat sertifikasi halal. Bagi yang belum melengkapi, Teti berharap para pelaku usaha segera melengkapinya.
Teti mengatakan, penerapan sertifikasi halal belum berjalan maksimal lantaran masih rendahnya kesadaran para pelaku usaha sektor pariwisata dan UMKM untuk mengurus sertifikasi halal. "Ada juga asumsi yang katakan kalau setiap produksi yang dilakukan orang Muslim pasti halal sehingga enggan mengurusnya," ujarnya.