Selasa 18 Jul 2017 15:59 WIB

Arief Rachman Minta Video Bullying tak Disebarluaskan

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Indira Rezkisari
Ilustrasi Bullying
Foto: Foto : MgRol_93
Ilustrasi Bullying

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Era reformasi kemudahan akses internet menjadi salah satu faktor anak-anak hingga orang dewasa dengan mudah mencontohkan suatu perilaku atau gaya hidup. Dalam dua kasus perundungan yang sedang marak, akhirnya harus tersebar wajah para pelakunya di media sosial dan bisa memberikan dampak percontohan bagi orang lain.

Pakar pendidikan, Arief Rachman, mengatakan akan sulit mengendalikan akses internet, sehingga masyarakat dituntut untuk menjadi cerdas dalam memilih konten. "Penampakan wajah pelaku di bawah umur dan tersebar di media sosial, ini tidak bisa dikendalikan. Jadi kembali lagi pada pribadi masing-masing untuk bisa memilih," ujar dia.

Ia mengatakan, perilaku perundungan (bullying) terjadi akibat pribadi yang tidak bisa menyaring informasi dari media sosial. Seseorang harus diajarkan cara memilih konten yang baik untuk dinikmati, serta peran orangtua dan institusi pendidikan juga dituntut untuk bisa memberikan pengajaran pada anak-anak.

"Sebaiknya video bully itu, jangan disebarluaskan di media sosial, serahkan saja pada yang berwenang. Karena, jika seseorang bisa mengambil sisi positif, mereka akan mencegah agar tidak terjadi lagi hal seperti itu di lingkungannya. Tetapi jika seseorang mengambil dari sisi negatif, mereka justru akan mencontoh," papar Arief kepada Republika.co.id, Selasa (18/7).

Perilaku perundungan ini, dikatakan dia, bisa dilakukan oleh siapapun dengan usia berapapun, sehingga tidak mengherankan jika pelaku ada yang berstatus sebagai seorang mahasiswa. Dalam kasus perundungan ini, institusi pendidikan tentunya bertanggung jawab dengan apa yang terjadi di lingkungan sekitar.

"Bullying itu sampai tua, jadi tidak mesti anak-anak saja. Jadi kembali lagi pada institusi pendidikannya, sudah benar atau belum menerapkan aturan. Misalnya, di sekolah ada larangan 'Jangan Membuang Sampah', atau 'Jangan Berbicara Kasar', sekolah harus benar-benar menerapkan ini agar perilaku anak bisa berubah perlahan," ujar Arief.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement