Sabtu 15 Jul 2017 12:36 WIB

Apakah Telegram yang Sedang Diblokir Kemkominfo?

aplikasi telegram
Foto: mashable
aplikasi telegram

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) memblokir platform atau layanan percakapan Telegram sejak Jumat (14/7) kemarin. Kemkominfo beralasan platform ini tidak memiliki standar untuk mencegah penyebaran pesan terkait terorisme dan paham radikalisme. 

Namun, apa sebenarnya Telegram ini? Dilansir dari Newsweek pada Sabtu (15/7), Telegram merupakan aplikasi telepon pintar yang berasal dari Rusia. Aplikasi pesan sangat menjaga kerahasiaan penggunanya ini merupakan perangkat lunak paling populer di Rusia. 

Kendati produksi dan digunakan oleh warga Rusia, tidak lantas Pemerintah Rusia mengizinkan aplikasi ini. Negara lain yang juga memblokir aplikasi pesan ini, yaitu Cina dan Iran. 

Apa yang kontroversial dari Telegram

Secara kasat mata, Telegram terlihat tidak berbeda dengan aplikasi percakapan lain seperti WhatsApp. Pengguna bisa dengan mudah mengirim pesan tanpa memperhatikan perbedaannya. Namun, fitur percakapan rahasia milik Telegram yang mendongkrak popularitas sekaligus menjadi sumber persoalan. 

Seperti Whatsapp, Telegram menawarkan layanan pesan terenkripsi, yang memungkinkan pengguna berkomunikasi tanpa disadap atau direkam oleh server perusahaan aplikasi itu. Namun, fitur Secret Chats tidak hanya mengatur soal enkripsi. Fungsi itu memungkinkan pengguna untuk mengatur pesan dengan cara dalam film Mission Impossible, yaitu pesan bisa rusak sendiri sesuai dengan waktu yang diatur pengguna, yang berkisar dari dua detik hingga satu minggu.

Artinya, bahkan pengguna tidak bisa mengunduh percakapan lama setelah lewat tanggal yang telah diatur. Fitur ini dapat digunakan oleh ekstrimis. Telegram pun telah digunakan oleh kelompok ekstremis dan kriminal, yang membutuhkan undangan bagi anggotanya. 

Telegram sudah menyiasati hal ini dengan mengajak para penggunannya melaporkan ketika ada konten yang terkait dengan kelompok ekstremis, terorisme, atau radikalisme. Selanjutnya, Telegram akan menutup saluran tersebut. Namun, Newsweek menyatakan sulit menghentikan obrolan baru yang muncul dengan konten serupa.

Aplikasi yang dirancang oleh ahli media sosial asal Rusia, kakak-beradik Durov ini sebenarnya dibuat untuk menggagalkan petugas penegak hukum dari membaca pesan pribadi masyarakat. Durov merancangnya dengan melihat kondisi di Rusia.

"Alasan nomor 1 bagi saya untuk mendukung dan membantu peluncuran Telegram adalah membangun sarana komunikasi yang tidak dapat diakses oleh badan keamanan Rusia, jadi saya dapat menggunakannya selama berjam-jam," pendiri Telegram Pavel Durov kepada Techcrunch pada 2014.

sumber : Newsweek
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement