REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Kota Palembang, Sumetera Selatan (Sumsel) memiliki banya wisata religi yang menarik dijelajahi mulai dari masjid-masjid, museum hingga tempat-tempat yang menyimpan jejak sejarah peradaban Islam masa lalu. Salah satu destinasi wisata religi yang ramai dikunjungi pada bulan Ramadhan ini adalah Museum Al Quran Al Akbar.
Di Meseum Al Quran Al Akbar atau yang juga sering disebut Al Quran Raksasa terdapat lembaran kayu ukuran besar yang terukir ayat-ayat suci Alquran. Museum ini berada di Jalan Moh Amin, Gandus, Kota Palembang, Sumatera Selatan, dan selama ini memang menjadi wisata religi favorit umat Muslim.
Sejak dibuka sebagai tempat wisata religi pada 2010 lalu, banyak wisatawan baik lokal maupun mancanegara datang untuk melihat Alquran raksasa ini yang telah dinobatkan sebagai Alquran terbesar dan terberat di dunia oleh Museum Rekor Indonesia. Juru Kunci Meseum Al Quran Al Akbar, Asri, mengatakan biasanya pengunjung yang datang ke sini ingin mengisi waktu menunggu adzan Maghrib atau ngabuburit.
Pengunjung yang datang kata Asri melakukan banyak kegiatan, ada yang asik berfoto dengan Alquran raksasa ini. Namun ada juga yang ingin membacanya. Selama bulan Ramadhan, setidaknya ada 300 hingga 500 anak pesantren serta yatim piatu berbuka bersama di Al Quran Al Akbar ini.
"Bila ingin membaca Alquran ini, pengunjung harus naik lantai satu per satu. Ada lima lantai di dalam Alquran ini, setiap lantainya berisi tiga juz. Alquran ini memiliki tinggi hingga 15 meter dan lebar delapan meter," kata Asri, Senin (29/5), melalui siaran persnya.
Asri menjelaskan, pembuatan Alquran bernilai seni tinggi ini menghabiskan 45 kubik kayu tembesu. Ada 316 lembar kayu tembesu yang diukir lengkap sampai 30 juz. Dalam setiap lembar ayat suci Alquran, memiliki tinggi 177 sentimeter dan lebar 40 sentimeter dengan berat 50 kilogram.
"Alquran raksasa ini dibuat murni karya anak Palembang semuanya ada 27 orang. Setiap lembar pengukiran langsung diawasi Sofwatillah Mohzaib yang merupakan hafidz Al Quran dan diawasi anggota DPR RI," ujar Asri.
Prosesnya, setelah selesai diukir menggunakan kertas karton Alquran dicek terlebih dahulu untuk memastikan kebenarannya. Barulah dicetak menggunakan kertas minyak dan ditempelkan ke kayu tembesu, sehingga langsung diukir menggunakan pahat.
Alquran yang terdiri dari 630 halaman ini juga dilengkapi dengan tajwid serta do'a khatam bagi pemula. Setiap lembar terpahat ayat suci Alquran pada warna dasar kayu coklat dengan huruf Arab timbul warna kuning dengan ukiran motif kembang di bagian tepi ornamen khas Palembang yang sangat indah di pandang dan dibaca.
Poses rampungnya pengerjaan Alquran ini hingga delapan tahun. Selain terkendala biaya, proses ketelitian pembuatannya juga memakan waktu yang tidak sedikit. "Tahun 2002 dibuat dan selesai 2009. Pengerjaannya sempat terhenti karena kehabisan biaya. Biaya yang dihabiskan untuk menyelesaikan Al Quran Al Akbar kurang lebih dua miliar rupiah," ujar Asri.
Para pengunjung tidak dikenakan patokan harga untuk memasuki lokasi. Tapi ada celengan besar untuk menampung infaq pengunjung yang diperuntukan bagi anak yatim piatu.
"Hanya sebatas mencatat saja, yang datang dari mana. Tidak ada dikenakan biaya pengunjung. Kita cuma siapkan celengan untuk infaq, uang ini akan disalurkan untuk anak yatim," ujarnya.
Menteri Pariwisata Arief Yahya menyatakan bahwa Indonesia mempunyai potensi pariwisata berbasis religi yang sangat lengkap dan diakui dunia. Komposisi populasi berdasarkan pemeluk agama selain membentuk segmen wisatawan berbasis religi, juga akan membentuk karakteristik destinasi wisata ziarah berbasis kewilayahan.
Indonesia sendiri mempunyai karakterisktik yang sangat lengkap mulai dari Islam, Katholik, Kristen, Hindu, Buddha, Khonghucu dan bahkan beragam kepercayaan lokal yang diperkirakan mencapai jumlah 245 kepercayaan. "Potensi wisata religi di Indonesia sangatlah besar. Banyak bangunan atau tempat bersejarah yang memiliki arti khusus bagi umat beragama. Selain itu, besarnya jumlah penduduk Indonesia, dimana hampir semuanya adalah umat beragama, merupakan potensi tersendiri bagi berkembangnya wisata religi di Nusantara," ujar Arief.
Pergerakan wisata religi menurutnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena roda ekonomi berputar dan terjadi multiplier effect. Ini didukung dengan pergeseran tren kepariwisataan yang saat ini terjadi. Tren tersebut adalah perubahan paradigma pariwisata dari “sun, sand and sea” menjadi “serenity, sustainability and spirituality”.
"Berkaitan dengan tren tersebut UNWTO telah memperkirakan sekitar 330 juta wisatawan global atau 30 persen dari total keseluruhan wisatawan global melakukan kunjungan ke situs-situs religius di seluruh dunia, baik yang berdasar pada motif spiritual ataupun motif kognitif," ujar Arief.