Jumat 12 May 2017 21:41 WIB

Perdana Kapal Pesiar Layar Tinggi Berlabuh di Indonesia

Kapal Layar Tinggi Star Clippers
Foto: Web Star Clipper.com
Kapal Layar Tinggi Star Clippers

JAKARTA – Kapal layar tiang tinggi (Tall Ships), Star Clipper, berlabuh di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, pada Kamis (11/5). Ini merupakan kapal layar tiang tinggi pertama yang bersandar di pelabuhan Indonesia. 

Ketua Tim Percepatan Pengembangan Wisata Bahari Kementerian Pariwisata Indroyono Soesilo mengatakan saat bersandar, kapal layar yang berangkat dari Thailand itu membawa 130 wisatawan mancanegara. Indroyono mengungkapkan, tahun ini Star Clipper akan melakukan perjalanan wisata di Indonesia selama 16 hari. Mereka akan melakukan sebanyak 20 paket perjalanan dengan lama pelayaran rata-rata tujuh hari dan menjadikan Bali sebagai pemberhentian.

"Kalau untuk kapal cruise biasa sudah sering. Untuk jenis kapal tiang tinggi, ini yang pertama kalinya. Selain Jakarta, mereka akan berada di Indonesia selama 16 hari. Semua penumpangnya berbelanja dan berwisata," ujar Indroyono didampingi Ketua Bidang II Tim Percepatan Pengembangan Wisata Bahari Marsetio melalui siaran pers yang diterima Republika.co.id, Jumat (12/5).

Indroyono mengungkapkan, tahun ini Star Clipper akan membawa sebanyak 130 penumpang untuk berwisata bahari dari barat ke timur Indonesia. Perjalanan akan dimulai dari Belitung Timur menuju Kepulauan Seribu, Jakarta, Madura, Labuan Bajo, sampai di Wikelo, Nusa Tenggara Timur. 

Menambahkan pernyataan Indroyono, Marsetio mengatakan perusahaan yang menaungi kapal tersebut memliki armada kapal yang mengkhususkan kapal layar tinggi. Ada sebanyak tiga kapal yang mereka miliki di antaranya Royal Clipper, Star Clipper, dan Star Flyers.

Ketiga kapal tersebut nantinya akan rutin mendatangi Indonesia. Marsetio mengatakan Ini bagus untuk menambah angka kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia.

"Bila mereka melakukan 20 kali perjalanan selama setahun dengan tiga kapal, dikalikan 130 wisman (wisatawan mancanegara), berarti ada 7800 wisman per tahun. Biaya yang mereka keluarkan selama di Indonesia itu antara 1200 dolar Amerika Serikat sampai 1300 dolar AS," terang Marsetio.

Marsetio mengatakan rencananya apabila pada tahun ini pelayaran wisata kapal pesiar ini berjalan dengan sukses, maka pada tahun 2018 akan ditingkatkan jumlah kunjungannya. Tidak menutup kemungkinan kapal lain, seperti Royal Clipper, yang lebih besar akan datang ke Indonesia. 

Dalam kesempatan yang sama, anggota Tim Percepatan Pariwisata Bahari Aji Sularso mengungkapkan, sejauh ini faktor-faktor yang selalu menjadi perhatian dan pertimbangan adalah masalah prosedur CIQP (Custom, Immigration, Quarantine, Port Clearance) atau bea cukai, imigrasi, karantina, dan izin di pelabuhan.

Selain itu menurut Aji, biaya ground handling, baik resmi maupun tidak resmi di Indonesia terlalu tinggi dan lebih mahal daripada negara tetangga. "Kami terus mengupayakan hal ini berkoordinasi dengan instansi lainnya agar dipermudah," kata Aji.

Aji menambahkan, yang menjadi sasaran utama kapal layar tinggi saat ini masih Bali. Ini dikarenakan akses penerbangan internasional dengan kemudahan pemindahan penumpang dari pesawat ke kapal sejauh ini masih Bali yang menjadi favorit. Selain itu di Bali juga belum ada insentif fiskal bagi lalu lintas barang logistik untuk kapal.

Sementara wilayah lain masih banyak kendala, di Benoa misalnya alur masuk ke pelabuhan relatif sulit dan dangkal. Di beberapa wilayah lain peta lokasi wisata laut masih menjadi tantangan.

Namun Kapten Kapal Star Clipper, Brunon mengungkapkan, banyak pelanggan perusahaannya yang menginginkan Indonesia sebagai hub wisata. Hal ini menurutnya, karena Indonesia tidak kalah indah dengan Thailand.

"Banyak sekali yang bertanya kenapa tidak dipusatkan di Indonesia saja. Bagi customer kami, keindahan Indonesia baik itu alamnya, budayanya, dan makanannya sangat eksotis. Tidak kalah dengan negara lain di ASEAN," ujar Brunon.

Star Clipper sebelumnya mengoperasikan kapalnya selama beberapa tahun di Thailand untuk menjelajah destinasi wisata bahari di ASEAN. Namun, atas permintaan banyak pelanggannya, pada tahun ini mereka memutuskan untuk beralih ke Indonesia.

Bila uji coba ini lancar dan tidak ada regulasi yang memberatkan, Brunon yakin Indonesia akan menjadi pusat pengoperasian baru untuk kapal-kapal perusahaan tersebut di wiayah ASEAN. "Saat ini yang sangat berpotensi masih Bali. Tapi kami sudah mendengar bahwa pembangunan-pembangunan marina (pelabuhan khusus kapal pesiar) di Indonesia sudah digencarkan," kata Brunon.

Menteri Pariwisata Arief Yahya menyambut baik. Keberadaan kapal layar tiang tinggi menurutnya penting bagi pariwisata Indonesia. Selain mendatangkan wisatawan mancanegara, hadirnya kapal layar tinggi juga berarti adanya pemasukan yang sangat besar. Apalagi menurutnya mengingat dua pertiga wilayah Indonesia merupakan perairan, ini sangat ideal bagi wisata kapal pesiar dan kapal layar.

Posisi Indonesia menurut Arief juga sangat strategis. Letaknya berada di tengah Asia dan Australia yang merupakan growing market wisata kapal pesiar dan kapal layar terbesar saat ini. “Indonesia juga merupakan negara yang bisa dikunjungi kapal pesiar dan kapal layar sepanjang musim, kita siap didatangi setiap saat,” katanya.

Dalam satu tahun terakhir ini Kementerian Pariwisata telah gencar melakukan promosi di ajang-ajang internasional dan melakukan interaksi intensif dengan para operator kapal pesiar. Keberadaan Tim Percepatan Pariwisata Bahari yang dibentuk Arief dengan mengangkat Indroyono Soesilo sebagai ketua tim, merupakan langkah strategis untuk meningkatkan jumlah wisatawan mancanegara. Pada 2019 Indonesia menargetkan 20 juta wisatawan mancanegara ke dalam negeri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement