REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konektivitas udara masih menjadi persoalan mendasar mendatangkan wisatawan mancanegara ke tanah air. Senin, (8/5) Menteri Pariwisata Arief Yahya dan rombongan, berkunjung ke Angkasa Pura I Ngurah Rai Bali. Targetnya yakni memenuhi kekurangan seats capacity, yang melalui bandara-bandara di bawah AP I. Saat ini, konektivitas udara di Indonesia masih kekurangan dua juta kursi untuk menuju 15 juta wisman tahun 2017 ini.
Berikut wawancara dengan Menpar Arief Yahya (AY) yang didampingi staf khusus Judi Rifajantoro dan Robert Waloni:
Mengapa airlines, airnav, dan airport menjadi penting?
Arief Yahya (AY): Pertama, hampir 80 persen wisman masuk ke Indonesia melalui transportasi udara. Sisanya melalui laut ke Kepri, dan cross-border land. Sehingga Aksesibilitas Udara menjadi Key Success Factor (KSF) bagi pencapaian target kunjungan wisman.
Kedua, Akses Udara ini 80 persen dari proyeksi 15 juta kunjungan tahun ini, sehingga kita masih kekurangan sekitar 2 juta seats capacity dari negara yang merupakan pasar utama wisman, seperti Cina, Singapore, Malaysia, India, Eropa, Australia, Jepang, Korea, dll.
Ketiga, traffic di sebagian besar bandara Internasional di Indonesia over capacity, seperti DPS (Bali) dan CGK (Jakarta) yang merupakan pintu gerbang utama bagi wisman, juga beberapa bandara lainnya yg banyak diminati oleh wisman, seperti SUB (Surabaya) , JOG (Jogja) dan BDO (Bandung).
Karena itulah Kemenpar roadshow untuk untuk Aksesibilitas Udara. Kemenpar perlu melakukan kunjungan ke Airlines, Air Navigation, AP I dan AP II. Adapun Airlines yang sudah dikunjungi antara lain: Garuda Indonesia, Air Asia, Sriwijaya, Lion Air, Thai Lion Air Bangkok, Jetstar Australia, Tiger - Scoot Air Singapore, dan lainnya.
Seorang pengunjung menikmati keindahan air terjun Agal, Desa Marente, Alas, Sumbawa Besar, Sumbawa, NTB (antara foto/eka fitriani)
Siapa saja pihak yang terkait dengan Aksesibilitas atau Konektivitas Udara ini ?
AY: Sejatinya, air connectivity ini bukan tugas dan fungsi Kemenpar. Kami sama sekali tidak punya tangan dan kaki sampai ke level teknis, di lapangan. Kemenpar itu tuga utamanya promosi, mendatangkan wisman ke tanah air.
Tapi, kami paham, di sinilah critical success factor nya, di sinilah pintu yang membuat bottleneck, kalau dalam IT, bendwidth-nya harus diperbesar.
Karena akses itu vital, otoritasnya tidak langsung, dan menentukan, maka Indonesia Incorporated sebagai spirit untuk bekerja bersama untuk gol yang sama, membangun pariwisata Indonesia, untuk kesejahteraan bangsa.
Tiga isu utama, yaitu Traffic Right dan Perijinan Rute Penerbangan, Kapasitas Bandara, Seats Capacity Airlines. Itulah yang kami kerjakan dengan roadshow ini.
Karena itu pula saya merumuskan strategi 3A untuk meningkatkan Aksesibilitas Udara (baca kembali : CEO Message #14), yaitu perlunya membangun komunikasi dan kolaborasi dengan unsur 3A Akses Udara, yaitu : Authorities - Airports and Air Navigation - Airlines.
Ada 3A dalam pengembangan destinasi, Akses, Atraksi dan Amenitas. Khusus akses udara ada 3A lagi. Apa detail 4A dalam air connectivity itu?
Pertama, Authorities.
Authorities dalam hal ini adalah Kementerian Pehubungan (cq. Dirjen Perhubungan Udara) yang mengatur dan mengendalikan angkutan udara, mulai dari mengatur Traffic Rights yang dituangkan dalam Air Services Agreement bilateral/multilateral, mengatur aspek keamanan, keselamatan, pelayanan dan operasional sampai dengan memberikan izin rute penerbangan kepada pihak airlines.
Kedua, Airports & AirNavigation.
Di Indonesia airport operator dikendalikan oleh Angkasa Pura I, II dan Kemenhub. Mereka operator pelayanan kebandaraan, yang mengurus di darat. Seats Capacity akan tersedia bilamana ada airline yang menerbangi rute tertentu. Sementata airline hanya bisa membuka rute bilamana tersedia slot-time di bandaranya, baik air-segment maupun ground-segment nya. Untuk itulah pengelola bandara dan Air Navigation harus terus didorong utk memastikan tersedianya slot-time di bandara.
Ketiga Airlines.?
Pada akhirnya airlines lah yang menentukan adanya seats capacity pada rute tertentu. Masalahnya, airlines mempunyai perhitungan sendiri yang cukup rumit sebelum menentukan akan menerbangi rute tertentu atau tidak.
Untuk itulah Kemenpar turut memikirkan stimulus apa yang bisa diberikan kepada airlines untuk mendorong mereka mau membuka rute-rute baru, khususnya ke pasar utama wisman. Misalnya joint promo di target originasi tertentu.
Lalu apa yang dilakukan Kemenpar untuk meningkatkan Aksesibilitas Udara ini ?
Kemenpar membentuk Tim Peningkatan Aksesibilitas Udara yang dipimpin oleh Judi Rifajantoro selaku Staf Khusus Menteri bidang Infrastruktur Pariwisata dan Robert Waloni selaku Tenaga Ahli Menteri bidang Konektivitas Udara.
Wisatawan menikmati suasana danau Kelimutu, Ende, NTT. (republika/prayogi)
Apa Program kerja Tim Peningkatan Aksesibilitas Udara ini?
Pertama, Membangun komunikasi dan kolaborasi yang intens dan terbuka dengan unsur 3A (Authority, Airport&AirNav, Airlines), dalam hal ini dengan Kemenhub, AP1, AP2, AirNav Indonesia, serta berbagai Airlines. Baik melalui komunikasi lisan, tulisan, roadshow, Focus Group Discussion (FGD) yang melibatkan semua unsur 3A dan industri terkait, serta membangun MoU dan kesepakatan Perjanjian Kerja Sama (PKS).
Kedua, Menyiapkan paket stimulus (Transport-Tourism Stimulus Package), yang bisa ditawarkan kepada Airlines maupun Wholesalers yang membawa wisman melalui rute baru baik dengan penerbangan reguler berjadual, maupun penerbangan charter. Stimulus Package ini diharapkan menjadi daya tarik bagi airlines maupun wholesalers untuk mau membuka rute-rute baru.
Ketiga, Menyosialisasikan Stimulus Package dan membangun awareness kepada para Kepala Pemerintah Daerah selaku CEO Destinasi beserta SKPD terkaitnya, agar destinasi dapat lebih mempersiapkan diri (khususnya atraksi, amenitas dan masyarakatnya) agar dilirik oleh airlines/wholesalers sebagai destinasi baru kunjungan wisman.
Apa tujuan utama program Tim Peningkatan Aksesibilitas Udara ini?
Pertama, melakukan komunikasi dengan Kemenhub selaku Authority untuk mastikan bahwa Traffic Rights antar negara tersedia pada saatnya dibutuhkan; serta kemudahan dan kecepatan proses perijinan pembukaan rute baru oleh Kemenhub.
Kedua, membangun koordinasi dengan AP2, AP2, AirNav, Otoritas Bandara, KaBandara/Danlanud, IASM dan pihak terkait lainnya, untuk memastikan tersedianya kapasitas bandara (slot-time) pada saat dibutuhkannya pembukaan rute baru ataupun penambahan frekuensi penerbangan.
Ketiga, melakukan kerjasama dengan berbagai Airlines dan Wholesalers agar lebih banyak membawa wisman, dengan menawarkan
Stimulus Package apa yang ditawarkan Kemenpar untuk 3A ini?
Ini yang dilakukan oleh banyak negara di dunia, ada 2 skema kerjasama, yaitu:
Pertama, Joint Promotion untuk rute penerbangan reguler berjadual dengan growth/tahun lebih besar dari 15 persen. Di setiap travel mart kolaborasi ini dilakukan bersama-sama. Lalu materi promosi di media, juga sudah di desain dengan konten bersama.
Rata-rata airlines sudah melakukannya. Mereka promosi ke Cina, dengan gambar gambar destinasi wisata Indonesia, dibuat harga murah, agar orang merasa dekat dan aksesnya mudah dulu.
Kedua, Incentive Hardselling yaitu pemberian cash-inventive/pax bagi yang membawa wisman melalui charter flight ke rute-rute baru. Ini juga dilakukan oleh hampir semua negara yang mempromosikan destinasinya.