REPUBLIKA.CO.ID,JOGJAKARTA -- Ibarat menjaring ikan, pilihlah kolam yang berjubel ikannya. Seperti halnya Provinsi Aceh yang menebarkan pesonanya di Kota Gudeg Jogjakarta.
Kementerian Pariwisata (Kemenpar) mensupport langkah itu dengan menggelar acara Pesona Aceh di Jogjakarta, 14 hingga 16 April 2017 di Atrium Hall Hartono Mall, Jogjakarta. Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Nusantara Kemenpar Esthy Reko Astuti didampingi Kepala Bidang Promosi Perjalanan Insentif Asdep Bisnis dan Pemerintah Kemenpar Hendri Karnoza mengatakan, acara ini merupakan dukungan Kemenpar untuk pameran Promosi Wisata dan Kebudayaan Aceh di Jogjakarta.
Kata Esthy, aktivitasnya selain pameran, juga ada pertunjukan seni dan talkshow. “Targetnya mempromosikan budaya Aceh di Jogja, yang menjadi pusat pariwisata di Joglosemar. Diantara Joglosemar, atmosfer pariwisata Jogja memang lebih terasa. Ekosistemnya juga mulai terbentuk. Jumlah wisman dan wisnusnya juga banyak," kata Esthy.
Karena itu, lanjut dia, sambil mempromosikan budaya Aceh, sekaligus menangkap peluang dari wisatawan yang sedang berlibur di sana. "Selain itu, banyak juga komunitas masyarakat Aceh di Jogyakarta, pelajar, mahasiswa, masyarakat umum, yang sedang berlibur di Jogjakarta,” ujar Esthy yang didampingi Hendri.
Pariwisata di Aceh semakin hari memang semakin memukau dunia. Hendri mengatakan, Aceh kini sudah mampu menarik perhatian dunia. Seperti populasi kopi Aceh, Mie Aceh, Kare Kambing (kuah beulangong) dan ayam tangkap sudah menjadi kekayaan kuliner Nusantara
“Keterampilan Aceh dalam berkesenian dan memproduksi hasil kerajinan juga merupakan bagian penting dari kehebatan budaya Aceh. Maka dari itu masyarakat Jogjakarta dan wisatawan di Jogja harus tahu bahwa negara kita sangat kaya akan budaya dan alam, termasuk Aceh,” bebernya.
Hendri memaparkan, dalam kegiatan ini akan menghadirkan pameran wisata, seni budaya, kuliner, handycraft, dan produk pendukung wisata lainnya yang diikuti oleh seluruh kabupaten dan kota provinsi Aceh, pelaku usaha, pelajar, pemuda dan masyarakat luas. “Apalagi prestasi yang telah dimiliki provinsi Aceh sebagai pasar wisata halal, dan kekuatan potensi Aceh dalam pariwisata budaya juga sangat kuat, ini harus terus dibranding di manapun,” katanya.
Nanti juga diperhelatan tersebut akan ada pertunjukan seni khas Jogyakarta dan Aceh. Mulai dari pertunjukan musik, tarian, hingga teatrikal, dan talkshow. "Teatrikal dan drama musical merupakan kolaborasi tari tradisonal Aceh dan Jogyakarta. Akan juga nantinya penggalangan dana untuk renovasi Bale Gadang Aceh. Semua bisa dinikmati oleh orang banyak karena akan digelar di mal yang bisa diakses oleh siapapun,” katanya.
Menteri Pariwisata Arief Yahya memang tidak ada lelahnya memberikan semangat mendorong pariwisata Indonesia agar lebih maju ke semua pihak. Termasuk mendorong Aceh agar selalu mengobarkan semangat memajukan pariwisata Indonesia ke daerah mananpun.
Kata menpar, bahwa langkah Aceh untuk menjadikan Halal Tourism sebagai core economy daerah sudah tepat. Pertama, sejak tahun 2014 terjadi ledakan pasar wisata halal di dunia. Size pasar wisata halal sangat signifikan. Dari 6,8 miliar penduduk dunia, 1,6 miliar adalah Muslim dan 60 persen di bawah usia 30 tahun.
Jika dibandingkan dengan total penduduk Cina 1,3 miliar orang dengan 43 persen di bawah usia 30 tahun.
"Total pengeluaran wisatawan Muslim dunia 142 miliar dolar AS, hampir sama dengan pengeluaran wisatawan Cina 160 miliar dolar AS yang sekarang ini menjadi rebutan seluruh negara di dunia, terutama yang mengembangkan pariwisata. Aceh sudah tepat dan harus terus ditingkatkan dengan konsisten," ungkap Menpar.
Kedua, dari sisi sustainability atau growth wisata halal juga memperlihatkan kenaikan yang signifikan, yakni 6,3 persen. Lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan dunia 4,4 persen, lebih besar dari rata-rata pertumbuhan Cina 2,2 persen dan ASEAN 5,5 persen.
Data dari Comcec Report February 2016, Crescentrating, tahun 2014 ada 116 juta pergerakan halal traveler. Mereka memproyeksikan pada tahun 2020 akan menjadi 180 juta perjalanan, atau naik 9,08 persen. Di Indonesia juga naik, dalam 3 tahun terakhir rata-rata 15,5 persen.
Ketiga, spread atau benefit-nya juga besar. Rata-rata wisman dari Arab Saudi membelanjakan 1.750 dolar AS per kunjungan. Uni Arab Emirate (UAE) 1.500 dolar AS per kepala. Angka itu jauh lebih besar dari-rata-rata wisman dari Asia yang berada di kisaran 1.200 dolar AS.
"Karena itu sudah memenuhi syarat 3S, size, sustainable, dan spread. Ini menjadi alasan paling kuat, mengapa Aceh harus menetapkan pariwisata sebagai portofolio bisnisnya. Menjadikan halal tourism sebagai core economy-nya," ujar pria asli Banyuwangi itu.