REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Indonesia dinilai lambat mengembangkan pariwisata halal. Padahal Indonesia merupakan negara dengan mayoritas Muslim terbanyak di dunia.
Ketua Tim Percepatan Pengembangan Wisata Halal Kementerian Pariwisata Republik Indonesia Riyanto Sofyan menyatakan, jumlah penduduk Tanah Air yang didominasi Muslim menjadi keunggulan serta kelemahan tersendiri bagi industri halal Indonesia. "Kelemahannya adalah mayoritas kita menganggap semua sudah halal padahal masih banyak yang tidak ramah terhadap wisatawan mancanegara Muslim," jelasnya kepada Republika, Jumat (7/4).
Ia mencontohkan, di Indonesia belum semua restoran memiliki sertifikat halal namun tetap menerima tamu Muslim. Sedangkan di Singapura, restoran yang belum mendapatkan sertifikat halal akan langsung menginformasikannya kepada calon pengunjung. "Jadi itu masih kita harus bina. Industri ini akan jadi kekalahan kalau kita tidak garap secara profesional," terang Riyanto. Kemudahan beribadah serta mendapatkan akses air bersih juga harus diutamakan agar ramah kepada para turis Muslim.
Ia menegaskan, wisata halal bukanlah wisata religi melainkan wisata biasa namun mendukung gaya hidup halal. "Wisata halal sebenarnya wisata seperti biasa misal bisa wisata alam, petualangan, namun ada servis untuk turis Muslim," tambahnya.
Baca juga: Majukan Pariwisata Halal, Kemenpar Gelar Pertemuan dengan Travel Agent di Asia Tenggara
Ketua Indonesia Halal Center Sapta Nirwandar menambahkan, salah satu tantangan terbesar bagi pengembangan industri halal di Indonesia saat ini adalah kurangnya infrastruktur. Maka perlu dukungan pemerintah untuk mewujudkannya.
Kini Kemenpar tengah mengikuti Malaysia International Halal Showcase (MIHAS) 2017 di Kuala Lumpur. Melalui pameran yang digelar empat hari dari 5 sampai 8 April ini, Kemenpar menargetkan minimal 1.000 wisman Muslim dapat berkunjung ke Indonesia.