Jumat 31 Mar 2017 09:32 WIB

Pemilik Wardah Cosmetics: Halal Harus Bermutu

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Irwan Kelana
Wardah Cosmetics.
Foto: Rahmawati La'lang/REPUBLIKA
Wardah Cosmetics.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satu dekade terakhir, nama Wardah telah mengemuka sebagai kosmetik berlabel halal. Salah satu merek di bawah bendera PT Paragon Technology and Innovation (PTI) itu dianggap menjawab kebutuhan riasan syariah para Muslimah.

Namun, pendiri PTI Nurhayati Subakat mengatakan, bukan berarti dirinya semata menjual citra produk Wardah sebagai pelopor kosmetik halal. Ada banyak hal yang ia lakukan selama merintis merek tersebut sejak awal hingga kini digemari.

"Konsep yang sedari dulu saya lakukan adalah membuat produk dengan kualitas bagus dengan harga bersaing," ujar perempuan kelahiran Padang Panjang, 27 Juli 1950 itu.

Ia mewanti-wanti diri agar tak terjebak dengan mengandalkan label halal saja. Menurut Nurhayati, produsen tidak bisa 'memaksa-maksa' umat Islam membeli satu produk dengan embel-embel syariah tetapi tidak bagus kualitasnya.

Mutu produk, menurut Nurhayati, adalah kewajiban nomor satu yang perlu dipenuhi. Tak hanya itu, jaminan kualitas pun harus diimbangi dengan harga terjangkau agar produk tetap bertahan secara berkelanjutan di pasaran.

Ibu tiga anak itu mengenang kilas balik perjalanan Wardah yang menurutnya tak selalu mulus, bahkan penuh duri. Mulanya, Wardah Cosmetics dirilis pada 1995, kerja sama antara perusahaan PT Pustaka Tradisi Ibu milik Nurhayati dengan Pesantren Hidayatullah.

Rilis awal tersebut macet, bahkan disebut Nurhayati gagal total karena belum diiringi profesionalitas dalam penjualan dan pemasaran. Wardah yang berarti bunga mawar dalam bahasa Arab saat itu belum mampu merekah sempurna menunjukkan pesonanya.

Pada titik tersebut Nurhayati belajar lebih banyak mengenai pemasaran produk halal. Tulisan Arab plus slogan 'kosmetika suci dan aman' pada kemasan bukan jaminan semua umat Muslim di Indonesia mau melirik dan beralih menggunakan.

Apoteker ITB yang mendapat predikat lulusan terbaik pada 1976 itu yakin, kualitas produknya telah terjamin. Maka, ia meramu berbagai inovasi lain yang memungkinkan Wardah diterima masyarakat, termasuk melibatkan ketiga anaknya dalam perusahaan mulai 2003.

Strateginya tidak lebih dari prinsip marketing mix  yang dapat diterapkan dalam segala bisnis. Poinnya adalah produk (product), harga (price), distribusi (place), dan promosi (promotion), dengan sedikit modifikasi ala Nurhayati.

"Kalau orang-orang pakai 4P, saya pakai 5P, huruf 'P' selanjutnya adalah pertolongan Allah," tutur perempuan yang telah merintis industri rumahan sejak 1985 dengan produk awal Putri, merek perawatan rambut untuk salon.

Penyuka traveling itu menyebutkan, saat ini Wardah merambah 30 persen  pangsa pasar di produk kosmetik dekoratif dan delapan persen produk skin care. Wardah bertekad menjadi raja di negeri sendiri dengan pasar Indonesia yang disebutnya masih sangat luas dan akan terus berkembang.

Wardah juga menjadi merek Indonesia pertama yang masuk ke dalam kategori Global Fastest Growing Brand  2014-2015, berdasarkan data Euromonitor International In Cosmetics Paris 2016. Kesuksesan dengan merek Wardah itu dilanjutkan PTI dengan merilis sejumlah merek lain di Indonesia.

Selain Putri dan Wardah, kata Nurhayati, PTI juga membawahi merek kosmetik ala Korea bernama Emina, riasan profesional Make Over, dan produk tata rambut profesioal IX. Terbukti, semua produk tersebut disebut Nurhayati tumbuh baik tanpa label syariah, meski pabrik PTI memang sudah bersertifikasi halal.

"Peluang industri kosmetik terbuka lebar, tapi kembali lagi, jangan hanya terjebak dengan label halal, tetap saja harus lebih bagus kualitasnya dengan para pesaing," ujar penerima penghargaan Ganesa Wirya Jasa Utama dari ITB pada 2013 itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement