REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar mutiara, Yustinus Mario Tenggara, mengatakan tren yang berkembang dari pemakaian mutiara di Indonesia dinilai masih didorong dari apa yang sedang berkembang di luar negeri. Sehingga belum menciptakan tren tersendiri.
"Tren di Indonesia didikte dari luar," kata Mario Tenggara dalam acara tentang mutiara yang digelar di Menara Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Jakarta, Kamis (30/3).
Mario mencontohkan, ketika mutiara berwarna kelabu banyak ditampilkan di drama seri Korea, maka mutiara jenis tersebut yang kemudian digandrungi di tengah masyarakat pemakai mutiara di Tanah Air. Sedangkan di Cina, ujar dia, tren yang biasanya berkembang adalah mutiara yang berwarna keemasan, karena hal tersebut biasanya dianggap sebagai warna pembawa keberuntungan.
Bahkan, lanjutnya, mutiara dengan warna keemasan dapat bernilai sekitar 30-50 persen dari mutiara jenis warna lainnya.
Dia juga mengingatkan agar pembeli mutiara berhati-hati dalam membeli karena mutiara pada saat ini kerap disubstitusi dengan bahan plastik yang lebih ringan. "Penduduk Indonesia rata-rata masih belum terlalu 'aware' dengan produk mutiara," ungkap Mario yang juga mengelola bisnis mutiara tersebut.
Sebelumnya, KKP mengatakan budidaya kerang mutiara berkelanjutan mendukung kelestarian sumber daya alam sehingga masyarakat juga perlu disosialisasikan untuk dapat mendukung budidaya berkelanjutan tersebut. "Keterlibatan masyarakat pesisir merupakan elemen penting dalam kegiatan budidaya kerang mutiara. Selain untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar, keberlanjutan usaha akan jadi lebih terjamin," kata Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto.
KKP, ujar dia, juga telah mendorong industri budidaya kerang mutiara untuk melakukan pemetaan zonasi guna memastikan lokasi yang aman untuk budidaya, serta senantiasa meningkatkan kualitas mutiara melalui kegiatan perekayasaan genetik untuk menghasilkan benih serta induk yang bermutu yang dilakukan di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Ditjen Perikanan Budidaya seperti di Karangasem-Bali dan Lombok-NTB.
Selain itu, Slamet juga mengemukakan bahwa KKP juga telah mendorong pemberdayaan masyarakat, mengajak masyarakat untuk menjaga kelestarian alam, melalui pola segmentasi usaha. "Segmentasi usaha dilakukan sebagai upaya untuk mengurai eksklusifitas perusahaan budidaya mutiara, mengurangi kesenjangan, dan meningkatkan taraf hidup masyarakat pesisir," paparnya.
Slamet menuturkan, masyarakat dapat diberdayakan untuk membudidayakan benih sampai dengan ukuran 7 -10 cm, selanjutnya hasil budidaya masyarakat dapat dijual kepada perusahaan pembesaran kerang mutiara untuk menghasilkan mutiara berkualitas.
Apalagi, potensi lahan budidaya laut di Indonesia masih membuka peluang yang sangat besar untuk dikembangkan. Dari total potensi lahan perikanan budidaya, sekitar 17,91 juta hektare atau 68 persen dari total potensi merupakan potensi lahan budidaya laut, sedang yang termanfaatkan baru sekitar 325 ribu hektare atau sekitar 2,7 persen.