Kamis 09 Mar 2017 16:01 WIB

Cara Pandang Salah Terhadap Wisata Halal Menghambat Kemajuan

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Agus Yulianto
Ketua Tim Percepatan dan Pengembangan Pariwisata Halal (TP3H), Riyanto Sofyan (tengah)
Foto: ROL
Ketua Tim Percepatan dan Pengembangan Pariwisata Halal (TP3H), Riyanto Sofyan (tengah)

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Saat ini, cara pandang pelaku usaha dan industri terhadap wisata dan produk halal, jangan sampai salah. Paslanya, hal itu akan menghambat kemajuan perkembangan wisata hala di daerah yang bersangkutan.

"Masih banyak yang berpikir kalau bisnis wisata mau sukses harus seperti Bali. Padahal wisatawan mencari sesuatu yang sesuai dengan kearifan lokal," katan Ketua Tim Percepatan Wisata Halal Indonesia, Riyanto Sofyan, Kamis (9/3).

Di Bali, kata dia, semua tradisi Hindu disajikan dengan cara yang bagus dan berkelas dunia, Islam juga bisa seperti itu, termasuk juga wisata halal bisa seperti itu. "Itu yang sebenarnya dijual di pariwisata," katanya.

Jadi, yang perlu disadari pelaku usaha wisata dan industri, membuat wisata dan produk halal tidak akan mempersempit pasar tapi justru akan membuka pasar lebih luas. Sebab, semua orang bisa makan dan menikmati yang halal. Tapi, tidak semua orang bisa memakan dan menikmati yang non halal. Artinya, daerah-daerah lain juga bisa meniru Pemkab Banyuwangi yang membuat wisata halal, di sana Pulau Santen menjadi wisata pantai syariah.

Riyanto mencontohkan, di Kota Batu dan Malang sudah mulai mengarah ke wisata halal. Bahkan, di Bali pun meski banyak penolakan dari masyarakatnya, sekarang sudah banyak hotel yang disertifikasi halal.

"Pangsa pasar wisatawan Muslim mancanegara itu besar, jumlahnya sampai 20 persen. Jadi, ketika bicara wisata halal jangan berpikir hanya wisata ziarah saja," ujarnya.

Dikatakan Riyanto, wisata halal sama seperti wisata biasa. Karenanya, dia mengingatkan, untuk tidak berpikiran sempit dengan membayangkan nanti yang berwisata di wisata halal hanya ibu-ibu pengajian saja. "Wisatawan Muslim mancanegara jumlahnya sangat banyak sekali," ucap dia.

Kendati wisata halal membuka pasar wisata menjadi lebih luas, Riyanto mengingatkan, mengelola wisata halal harus tetap profesional. Jangan mentang-mentang sudah halal, tapi nantinya tour guide menjadi tidak profesional, kebersihannya tidak terjaga dan resepsionis tidak baik. "Tetap servisnya tetap harus berkelas dunia," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement