REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengapresiasi Pemerintahan Kabupaten Banyuwangi, Jawa Tengah, yang telah mengembangkan pariwisata syariah. Pemerintah setempat meresmikan Pulau Santen, Kelurahan Karangrejo, menjadi wisata pantai syariah.
"Ini bisa dijadikan role model untuk dikembangkan di daerah lain," ujar Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Saadi, Rabu (8/3).
Menurut dia, kebutuhan masyarakat untuk tempat wisata yang memenuhi ketentuan syariah sangat besar. Hal ini disamping merupakan peluang bisnis yang bagus, juga bisa menepis kesan bahwa tempat wisata identik dengan tempat maksiat, mesum dan berhura-hura.
"Pemerintah atau pemerintah daerah harus bisa menangkap peluang bisnis ini dalam rangka menggenjot program pariwisata nasional," kata dia.
Pariwisata syariah adalah bagian dari industri pariwisata yang ditujukan untuk wisatawan Muslim. Pelayanan wisatawan dalam pariwisata syariah merujuk pada ajaran agama Islam.
Salah satu contoh dari bentuk pelayanan ini, misalnya, hotel yang tidak menyediakan makanan yang mengandung babi atau minuman yang mengandung alkohol, memiliki kolam renang serta fasilitas spa yang terpisah antara pria dan wanita.
"Meski begitu, bukan hanya Muslim saja yang bisa menikmati pariwisata jenis ini. Pariwisata syariah bersifat terbuka baik wisatawan Muslim maupun non-Muslim," kata Zainut.
Dia menyebut selain hotel, transportasi dalam industri pariwisata syariah juga harus memakai konsep Islami. Penyedia jasa transportasi, biro travel wajib memberikan kemudahan bagi wisatawan muslim dalam melaksanakan ibadah selama perjalanan.
Kemudahan ini bisa berupa penyediaan tempat sholat di area wisata, tidak adanya makanan atau minuman yang mengandung alkohol, babi dan makanan haram lainnya dan adanya hiburan yang tidak sesuai dengan syariat Islam. "Pariwisata syariah jika dikelola dengan baik akan menjadi alternatif yang cukup menjanjikan bagi dunia industri pariwisata di Indonesia," kata Zainut.