REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Survei yang dilakukan Manulife menyebutkan investor Indonesia memiliki risiko tinggi tidak siap menghadapi realitas finansial di masa pensiun. Manulife Investor Sentimen Index (MISI) menemukan hampir 96 persen investor yakin akan tetap memiliki gaya hidup yang sama di masa pensiun nanti. Mereka tidak menyadari tabungan mereka akan terus menyusut akibat pengeluaran di masa pensiun, dan pada akhirnya akan membahayakan keuangannya.
Sementara, sekitar 71 persen investor yakin bahwa mereka sudah berada di jalur yang tepat untuk mencapai tujuan keuangannya. Bahkan, sekitar 10 persen investor optmistis dapat melampaui target. Sedangkan, 19 persen investor merasa khawatir akan kehabisan uang pada masa pensiun.
"Untuk merasakan pensiun yang nyaman dibutuhkan waktu dan perencanaan yang tepat, sayangnya tidak ada jalan pintas untuk hal tersebut," ujar Chief of Employee Benefits PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia Karyadi Pranoto dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Rabu (22/2).
Terlepas dari optimisme para investor dalam mencapai target simpanannya, meraka tidak mengambil langkah-langkah yang memadai untuk melindungi masa depannya. Dalam survei tersebut, sekitar 24 persen investor mengalokasikan kurang dari 10 persen tabungannya untuk simpanan dana pensiun. Selain itu, sekiar 57 persen investor berharap dapat mengumpulkan tabungan untuk masa pensiun sebesar maksimum Rp 100 juta. Jumlah tersebut diperkirakan akan habis dalam waktu dua sampai tiga tahun dengan mempertimbangkan rata-rata pengeluaran rumah tangga sebesar Rp 4 juta per bulan.
"Investor harus realistis dengan biaya masa depan mereka termasuk biaya kesehatan dan kewajiban pada keluarga," kata Karyadi.
Survei ini juga mengungkapkan sebagian investor masih salah dalam memahami produk investasi dan potensi keuntungannya, sehingga mereka kehilangan kesempatan untuk memaksimalkan kekayaannya. Hampir 94 persen investor masih beranggapan bahwa tabungan dan deposito adalah produk investasi.
Sekitar 74 persen investor Indonesia lebih memilih investasi yang berisiko rendah. Hal ini terlihat dari menguatnya sentimen terhadap dana tunai yang meningkat, dari 71 persen di kuarter IV 2015 menjadi 88 persen pada 2016. Dengan menempatkan mayoritas (60 persen) dana pensiunnya di produk non-investasi yang menawarkan risiko rendah namun memberikan imbal hasil yang rendah, sebagian besar investor (65 persen) merasa yakin mereka telah cukup melakukan diversifikasi portofolio.
Presiden Direktur PT Manulife Aset Manajemen Indonesia Legowo Kusumonegoro mengatakan, setiap investor berhak mendapatkan imbal hasil dari simpanan hasil jerih payahnya. Investasi pada saham dan obligasi sering kali memberikan imbal hasil yang lebih tinggi dibandingkan tabungan. Bagi investor yang tidak mengetahui bagaimana cara mengakses produk investasi tersebut, mereka harus mencari bantuan dari ahlinya.
"Khusus untuk investor muda, mereka harus mencari bantuan dari sumber yang terpercaya untuk memastikan bahwa mereka membuat pilihan yang terbaik untuk jangka panjang," ujar Legowo.
Survei MISI juga mengungkap bahwa investor di Indonesia terus mengharapkan imbal hasil investasi yang tinggi. Tahun lalu, para investor mengharapkan imbal hasil rata-rata sebesar 11,6 persen di 2017. Legowo mengatakan, para investor harus lebih realistis dalam mengharapkan tingkat imbal hasil yang bisa mereka dapatkan dalam waktu satu tahun. Dengan menyimpan sebagian besar kekayaannya dalam bentuk tabungan dan deposito jangka panjang, hampir bisa dipastikan bahwa mereka akan kesulitan untuk mencapai imbal hasil yang diharapkan.
"Jika investor mau mengambil risiko yang lebih tinggi dan mengalokasikan sebagian kekayaannya pada produk seperti reksa dana saham dan reksa dana pendapatan tetap, mereka akan memiliki kesempatan yang lebih besar untuk mendapatkan imbal hasil investasi yang sesuai dengan harapan," ujar Legowo.
Pada 2016, IHSG mencatat imbal hasil investasi sebesar +15,32 persen, sedangkan obligasi memberikan imbal hasil investasi sebesar +14,03 persen. Legowo menambahkan, para investor harus membuat portofolio pensiun yang tepat bagi diri mereka. Karena tidak ada rumusan komposisi portofolio pensiun yang baku. Selain itu, setiap orang memiliki tingkat toleransi risiko dan harapan imbal hasil yang berbeda-beda. Legowo menegaskan, melakukan konsultasi dengan ahli keuangan dan memiliki perencanaan masa depan merupakan salah satu cara yang akan menguntungkan investor, terlepas dari apapun tujuan pensiunnya.